Senin, 15 Mei 2017

perkembangan etika profesi dan kode etik profesi

DAFTAR ISI
Daftar Isi.............................................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pentingnya Etika Profesi................................................................................. 3
B.  Prinsip-Prinsip Etika Profesi............................................................................ 4
C.  Peranan Etika dalam Profesi............................................................................ 4
D.  Etika Guru Dalam Dunia Pendidikan.............................................................. 5
E.   Urgensi Etika Profesi Keguruan Dalam Dunia Pendidikan........................... 10
F.   Kode Etik Profesi Keguruan.......................................................................... 11
G.  Organisasi Profesional Keguruan................................................................... 14
H.  Fungsi Organissi Profesional Keguruan......................................................... 17
I.     Jenis-Jenis Organisasi Guru............................................................................ 18
BAB III PENUTUP........................................................................................... 19
Daftar Pustaka..................................................................................................... 20





BAB I
PENDAHULUAN
Guru merupakan salah satu faktor dominan yang menentukan tingkat keberhasilan anak didik dalam melakukan transformasi ilmu pengetahuan dan tehnologi serta internalisasi etika dan moral serta nilai-nilai agama. Dalam melaksanakan tugasnya guru menjadi sosok yang digugu dan ditiru oleh anak didik, Guru menjadi suri tauladan bagi muridnya, untuk itu sangat diperlukan etika guru dalam melaksanakan kewajibannya. Berbagai tingkah laku yang ditunjukkan oleh anak didik tidak lepas dari pengaruh guru sebagai pengganti orangtua di sekolah. Anak didik akan mengidentifikasi tingkah laku guru kemudian menirunya.
Etika profesi keguruan mutlak diperlukan dalam dunia pendidikan. Pekerjaan guru adalah sebuah pekerjaan yang professional, yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi. Profesi guru akan mendapat kepercayaan tinggi dari masyarakat , bilamana ada kesadaran kuat untuk melaksanakan etika profesi , tanpa etika guru akan mendapat celaan dari masyarakat.
Salah satu ciri profesi adalah adanya kontrol ketat atas para anggotanya. Suatu profesi ada dan diakui masyarakat karena ada usaha dari para anggotanya untuk menghimpun diri. Melalui organisasi tersebut, profesi dilindungi dari kemungkinan penyalahgunaan yang dapat membahayakan keutuhan dan kewibawaan profesi itu. Kode etik pun disusun dan disepakati oleh para anggotanya. Maka suatu organisasi profesi menyerupai suatu sistem yang senatiasa mempertahankan keadaan yang harmonis ia akan menolak keluar komponen sistem yang tidak mengikuti arus atau meluruskannya. Dalam praktek keorganisasian, anggota yang mencoba melanggar aturan main organisasi akan diperingatkan, bahkan dipecat. Jadi dalam suatu organisasi profesi, ada aturan yang jelas dan sanksi bagi pelanggar aturan.




BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pentingnya Etika Profesi
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin, etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”.[1] Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsipprinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepenringan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri.
Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian.[2]
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, jika dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semual dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
B.  Prinsip-Prinsip Etika Profesi
Dalam sebuah profesi ada prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan. Menurut Rizal Isnanto ada tiga prinsip yang perlu ada, yaitu :[3]
1.    Tanggung jawab
a.    Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
b.    Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2.    Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
3.    Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya.
C.  Peranan Etika Dalam Profesi
1.    Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
2.    Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
3.    Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
D.  Etika Guru dalam dunia Pendidikan
1.    Etika Guru Terhadap Profesi
a.    Etika berkaitan dengan mental pribadi
1)   Ikhlas dalam mengajar.[4]
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya:
162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (Q.S Al-An’am:162)
Guru dalam mengajar hendaknya mempunyai niat ibadah kepada Allah SWT dengan mengajar dan memiliki tujuan untuk menyebarkan ilmu dan menghidupkan akhlak mulia. Dalam hal ini guru mengajar harus atas kemauannya sendiri (sukarela). Dan seharusnya dia tidak jadi guru apabila tidak menginginkannya, jika mengajar itu karena keterpaksaan maka dia akan selalu berfikir untuk meninggalkan profesinya dan mencari pekerjan lain. Hal itu akan membuatnya kurang memikirkan cara terbaik untuk mencari informasi, pengetahuan, dan penyajian materi-materi pelajaran kepada anak didiknya dengan cara yang sesuai.[5]
2)   Guru harus berwibawa, tenang, khusyu’ dan menunjukkan vitalitas serta keuletan agar para anak didik tidak merasa malas dan bosan.
3)   Guru harus memiliki kesiapan alami (fitrah) untuk menjalani profesi mengajar, seperti pemikiran yang lurus, bashirah yang jernih, tidak melamun, berpandangan jauh ke depan, cepat tanggap dan dapat mengambil tindakan yang tepat pada saat-saat kritis agar guru berhasil menjalankan tugasnya serta mempunyai kemauan yang kuat.
b.    Etika Ketika Persiapan Mengajar
Sebelum memasuki pelajaran, guru harus siap secara mental, fisik, waktu dan ilmu (materi). Kesiapan mental adalah tidak mengajar dalam keadaan malas, lapar, atau tidak siap karena factor udara yang sangat panas atau dingin. Kesiapan waktu adalah guru mengisi pelajaran itu dengan jiwa tenang, tidak menghitung tiap detik yang berlalu, tidak menunggu-nunggu bel berbunyi atau tidak menyuruh siswa membaca sendiri tanpa diterangkan maksudnya, atau menghabiskan jam pelajaran dengan hal-hal yang tidak ada gunanya bagi siswa.Sedangkan kesiapan ilmu adalah Guru menyiapkan materi pelajaran sebelum masuk, menyiapkan apa yang akan disampaikannya, sebisa mungkin menghindari spontanitas dalam mengajar jika tidak menguasasi materi.[6]
c.    Etika Ketika Interaksi Belajar Mengajar[7]
1)   Menguasai materi pelajaran dengan baik melebihi murid-muridnya dan mampu memberikan pemahaman kepada mereka dengan baik.
2)   Guru harus menguasai metode mengajar.
Guru harus menelaah buku-buku yang berkaitan dengan pelajaran, studi-studi pendidikan, riset-riset psikologi dan sosial yang berbicara mengenai anak, remaja, perubahan-perubahan fisik dan mental yang dilalui masing-masing, agar guru sanggup menyampaikan informasi (ilmu) dengan cara terbaik, selama situasi pengajaran dan pendidikan.[8]
2.    Etika Guru Terhadap Siswanya
a.       Mengajar karena Allah SWT.
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.(Q.S. At-Taubah: 105)
Guru dalam mengajar dengan niat mengharapkan ridha Allah untuk menyebarkan ilmu, menghidupkan hukum Islam, menegakkan kebenaran, dan melenyapkan kebatilan serta memelihara kemaslahatan umat.
b.      Guru hendaknya mencintai muridnya dan bersikap lemah lembut.
Sebagaimana Allah berfirman                                
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ....
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.(Q.S Ali-Imran: 159)
Artinya, seorang guru hendaknya menganggap bahwa muridnya itu adalah merupakan bagian dari dirinya sendiri (bukan orang lain).
c.       Guru memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
d.      Guru selaku pendidik hendaknya selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi anak didiknya.
e.       Didalam melaksanakan tugas harus dijiwai dengan kasih sayang, adil serta menumbuhkannya dengan penuh tanggung jawab.
f.       Guru wajib menjunjung tinggi harga diri setiap anak didik.
g.      Guru seyogyanya mencegah usaha-usaha atau perbuatan-perbuatan yang dapat menurunkan martabatnya.
h.      Setiap guru dalam bergaul dengan anak didiknya tidak boleh mengaitkan persoalan politik dan ideologi yang dianutnya baik secara langsung maupun tidak langsung.
3.    Etika Guru Dengan Teman Sejawat
a.    Dalam bergaul dengan sesama guru hendaknya bersifat terus terang, jujur dan terbuka.
b.    Diantara sesama guru hendaknya selalu ada kesediaan untuk saling memberi saran, nasehat dalam rangka melaksanakan jabatan masing-masing.
c.    Di dalam menunaikan tugas dan memecahkan persoalan bersama hendaknya saling tolong menolong dan penuh toleransi.
d.   Guru hendaknya tidak saling menggunjing sesama guru .
4.    Etika Guru Terhadap Atasan
a.       Guru melaksanakan perintah dan kebijaksanaan atasannya
b.      Guru wajib menghormati hirarki jabatan yang ada di sekolah
c.       Guru wajib menyimpan rahasia jabatan
d.      Setiap saran dan kritik kepada atasan dilakukan melalui prosedur dan forum yang semestinya.
e.       Hubungan guru dengan atasan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama.
5.    Etika Guru Terhadap Pegawai Administrasi
Administrasi dapat diartikan sebagai kegiatan atau usaha untuk membantu, melayani, mengarahkan atau mengatur smua kegiatan di dalam mencapai suatu tujuan. Administrasi pendidikan adalah segenap proses pengarahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personal, spritual maupun materi, yang bersangkut paut dengan pencapaian suatu tujuan.[9]
Etika berperan sebagai pedoman untuk berperilaku yang baik dan benar, karena tidak dipungkiri kalau manusia mempunyai kehendak dan ego masing-masing.
Dalam melaksanakan tugasnya, guru merupakan bahagian dari suatu lingkungan sosial di sekolah, selain harus berhadapan dengan siswa, atasan, teman sejawat, mereka juga berhubungan dengan pegawai yang mengelola administrasi sekolah. Dalam hal ini ada beberapa akhlak atau etika guru terhadap pegawai administrasi adalah:
a.    Menjalin hubungan baik, sehingga tercipta kekompakan dan rasa kekeluargaan.
b.    Keterbukaan, kesopanan, demi tercapainya suatu keinginan.
c.    Melakukan pendekatan-pendekatan, demi tercapainya keinginan kita sebagai guru, misalnya dalam masalah pengetikan soal, keterlambatan administrasi anak, dan lain-lain.
d.   Menunjukkan sikap peduli terhadap pegawai administrasi atau tata usaha
e.    Setiap guru berkewajiban untuk selalu memelihara semangat korsp dan meningkatkan rasa kekeluargaan dengan pegawai tata usaha dan mencegah hal-hal yang dapat mengganggu martabat masing-masing.
f.     Guru hendaknya bersikap terbuka dan demokratis dalam hubungannya dengan pegawai tata usaha dan sanggup menempatkan diri sesuai dengan hirarki jabatan.
e.       Hubungan antara guru dengan pegawai tata usaha hendaknya merupakan ikatan moral dan bersikap kooperatif edukatif.
6.    Etika Guru Terhadap Orangtua Siswa
Sekolah dalam melaksanakan pendidikan kepada anak-anak harus mengadakan kerjasama dengan orangtua mereka. Dengan adanya kerjasama, oarngtua akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari guru dalam hal mendidik anak-anaknya, sebaliknya para guru dapat pula memperoleh keterangan-keterangan dari orangtua tentang kehidupan dan sifat-sifat anak-anaknya. Keterangan-keterangan orangtua itu sangat besar gunanya bagi guru dalam memberikan pelajaran dan pendidikan terhadap siswanya, juga merupakan informasi bagi guru tentang keadaan alam sekitar tempat siswa-siswanya dibesarkan.[10] Adapun hubungan guru dengan orangtua sebagai berikut:
a.       Guru hendaknya selalu mengadakan hubungan timbal balik dengan orangtua atau wali siswa, dalam rangka kerjasama untuk memecahkan persoalan-persoalan di sekolah dan pribadi anak.
b.      Segala kesalah pahaman yang terjadi antara guru dan orangtua atau wali siswa ,hendaknya diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.
7.    Etika Guru terhadap Masyarakat
Sekolah berada ditengah-tengah masyarakat berfungsi menjaga kelestarian nilai-nilai yang positif yang ada dalam masyarakat, agar perwarisan nilai-nilai masyarakat itu berlangsung dengan baik dan sekolah sebagai lembaga yang dapat mendorong perubahan nilai dan tradisi itu sesuai dengan kemajuan dan tuntutan kehidupan serta pembangunan, oleh sebab itu diperlukan saling pemahaman antara sekolah dan masyarakat.[11] Adapun etika guru terhadap masyarakat adalah:
a.       Guru hendaknya selalu berusaha berpartisipasi terhadap lembaga serta organisasi-organisasi di dalam masyarakat yang berhubungan dengan usaha pendidikan, sebab pada hakekatnya pendidikan itu merupakan tugas pembangunan masyarakat dan kemanusiaan.
b.      Guru hendaknya melayani dan membantu memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat sesuai fungsi dan kemampuannya.
c.       Guru hendaknya menghormati dan menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan masyarakat dengan sikap membangun.
E.   Urgensi Etika Profesi Keguruan Dalam Dunia Pendidikan
Guru merupakan salah satu faktor dominan yang menentukan tingkat keberhasilan anak didik dalam melakukan transformasi ilmu pengetahuan dan tehnologi serta internalisasi etika dan moral serta nilai-nilai agama. Guru diharapkan memiliki pemahaman dan kemampuan untuk mengembangkan peranan profesionalnya sebagai guru dengan acuan sikap profesional dan wawasan tentang etika profesi keguruan.
عن ابي درداء قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: فضل العالم على العابد كفضل القمر على الكو كب، وانما االعلماء ورثة الآ نبياء, وان الآ نبياء لم يورثوا دينارا ولادرهما، انما ورثوالعلم، فمن اخده اخد بحظ وكفر (رواه ابو داود والتر مذى)

Artinya:Dari Abi Darda ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW beliau bersabda: keutamaan orang alim dibanding ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan dibanding bintang-bintang, sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, sesungguhnya mereka mewariskan ilmu, maka barang siapa mengambil warisan itu berarti ia mengambil bagian yang sempurna”. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).

Guru merupakan profesi yang paling mulia, agung, dan dihormati. Hal itu karena guru sebagai ahli waris para nabi. Guru dihormati karena ilmunya, yaitu ilmu yang diwariskan Rasulullah SAW melalui para sahabat, tabi'in, tabi'ut-tabi'in, para ulama, dan guru terdahulu. 
Guru sangat berpengaruh terlebih lagi dalam proses internalisasi moral dan nilai-nilai agama terhadap anak didik sangat diperlukan terlebih dahulu guru yang memiliki nilai-nilai tersebut, karena anak didik akan meniru segala sikap dan tingkah laku gurunya, guru merupakan model bagi muridnya.
Disamping itu guru juga harus memahami bagaimana bertindak sesuai dengan etika jabatannya, dan bagaimana guru bersikap terhadap tugas mengajar, serta dengan personalia pendidikan atau orang-orang di luarnya yang ikut menentukan keberhasilan tugas mengajarnya.
F.   Kode Etik profesi Keguruan
Kode etik keprofesian itu memiliki kedudukan, peran dan fungsi yang sangat penting dan strategis dalam menompang keberadaan dan kelansungan hidup suatu profesi di masyarakat. Bagi para pengemban tugas profesi akan menjadi pegangan dalam bertindak serta menjadi acuan dasar dalam seluk beluk keprilakuannya dalam rangka memelihara dan menjunjung tinggi martabat dan wibawa serta kredibilitas visi, misi dan fungsi bidang profesinya.[12]
Dengan demikian, maka kode etik itu merupakan acuan normatif dan juga operasional. Bagi para pemakai jasa layanan profesional, kode etik juga dapat merupakan landasan jika dipandang perlu untuk mengajukan tuntutan kepada pihak yang berwenang dalam hal terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan dari pengemban profesi bersangkutan. Sedangkan bagi para pembina dan penegak kode etik khususnya dan penegak hukum pada umumnya, perangkat kode etik yang dimaksud merupakan landasan bertindak sesuai dengan keperluannya, termasuk pemberlakuan sanksi keprofesian bagi pihak-pihak yang terkait.
Guru sebagai tenaga profesional perlu memiliki “kode etik guru” dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama pengabdian. Kode etik guru diartikan sebagai “aturan tata susila keguruan”. Menurut Westby Gibson, kode etik guru adalah suatu statemen formal yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam aturan tingkah laku guru.[13]
Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap dan perbuatan asusila dan amoral berarti guru telah melanggar “kode etik guru”. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi guru itu sendiri.
Perangkat kode etik itu pada umumnya mengandung muatan yang terdiri atas preambul dan perangkat prinsip dasarnya. Preambul lazimnya merupakan deklarasi inti yang menjiwai keseluruhan perangkat kode etik yang bersangkutan. Sedangkan unsur berikutnya memuat prinsip-prinsip dasarnya, antara lain yang bersangkutan dengan: tanggung jawab, kewenangan (kompetensi), standar moral dan hukum, standar unjuk kerja termasuk tehnik dan instrumen yang digunakan atau dilibatkan, konfidensialitas, hubungan kerja dan sejawat (profesional), perlindungan keamanan dan kesejahteraan klien, kewajiban pengembangan diri dan kemampuan profesional termasuk penelitian, serta publisitas keprofesiannya kepada masyarakat. Muatannya ada hanya garis besar saja dan ada pula yang disertai rinciannya.
Berbicara mengenai “Kode Etik Guru Indonesia” berarti kita membicarakan guru yang ada di Indonesia. Kode etik guru Indonesia terdapat pada hasil rumusan kongres PGRI XIII pada tangggal 21 sampai dengan 25 November 1973 di Jakarta,terdiri dari sembilan poin, yaitu:[14]
1.    Guru berbakti membimbing anak didik seutuhya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
2.    Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik masing-masing.
3.    Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didiknya, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4.    Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua didik sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
5.    Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6.    Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya
7.    Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan.
8.    Guru secara hukum bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai saran pengabdian.
9.    Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Namun pada tahun 1994 Kode Etik Guru indonesia mengalami beberapa perubahan pada pedoman dasarnya, akan tetapi tidak mengubah esensi dari isi dasar pedoman itu sendiri, seperti berikut:
Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusiaan padsa umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, pada AD/ART PGRI tahun 1994 Guru Indonesia terpanggil untuk menuaikan karyanya dengan berpedoman dasar-dasar sebagai berikut.
1.    Guru berbakti membimbing anak didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.    Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3.    Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.    Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.    Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan  masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.    Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.    Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawan sosial.
8.    Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai saran perjuangan dan pengabdian.
9.    Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Kode etik guru ini merupakan suatu yang harus dilaksakan sebagai barometer dari semua sikap dan perbuatan guru dalam berbagai segi kehidupan, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.
G.  Organisasi Profesional Keguruan
1.    Undang-undang yang mengatur Organisasi profesi dan kode etik.[15]
Undang-undang yang mengatur Organisasi profesi dan kode etik tersebut terdapat pada Undang-undang RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.
BAB IV GURU
Bagian Ke-Sembilan
Organisasi Profesi Dan Kode Etik
Pasal 41:
1.    Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen
2.    Organisasi profesi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan dan pengabdian kepada masyarakat.
3.    Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
4.    Pembentukan organisasi profesi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dangan peraturan perundang-undangan.
5.    Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
1.    Menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
2.    Memeberikan bantuan hukum kepada guru;
3.    Memberikan perlindungan profesi guru;
4.    Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
5.    Memajukan pendidikan nasional.
Pasal 43
1.    Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
2.    Kode etik sebagaimana pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksannan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
1.    Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
2.    Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
3.    Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
4.    Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hams objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
5.    Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

H.  Fungsi Organisasi Profesional Keguruan.
Seperti yang telah disebutkan dalam salah satu kriteria jabatan profesional, jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk menyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru di negara kita, wadah ini telah ada yakni Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka. Selanjutnya, Basuni menguraikan empat misi utama PGRI, yakni: (a) misi politis/ideologi, (b) misi persatuan organisatoris, (c) misi profesi, (d) misi kesejahteraan.[16] Kelihatannya, dari realitasnya dalam prpgram-program PGRI. Ini dapat dibuktikan dengan telah adanya wakil-wakil PGRI dalam badam legislatif seperti DPR dan MPR. Peranan yang lebih menonjol ini dapat kita pahami sesuai dengan tahap perkembangan dan pembangunan bangsa dalam era orde baru ini.
Dalam pelaksanaan misi lainnya, misi kesejahteraan, kelihatannya masih perlu ditingkatkan. Sementara pelaksanaan misi ketiga, misi prifesi, belum tampak kiprah nyatanya dan belum terlalu melembaga.
Dalam kaitannya dengan pengembangan profesional guru, PGRI sampai saat ini masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan melakukan program-program  penataran guru serta program peningkatan mutu lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program atau kegiatan yang berkaitan dengan perbaikan cara mengajar, peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru, peningkatan kualifikasi guru atau melakukan peneltiian ilmiah tentang masalah-masalah profesional yang dihadapi oleh para guru dewasa ini.



I.     Jenis-jenis Organisasi Guru
Selain PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang bertujuan meningkatkan mutu dan profesionalisasi guru dalam kelompoknya masing-masing. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup baik. Organisasi profesi pendidikan lainnya adalah Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Asosiasi Bimbingan dan Konseling Profesi Indonesia (ABKIN), Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI),  Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI), dan lain-lain.[17]
Hubungan organisasi tersebut dengan PGRI masih belum tampak nyata secara formal, sehingga nampak kerjasama mutualisme dalam peningkatan kualitas guru. Dengan diberlakukannya standar kompetensi dann sertifikasi guru, organisasi-organisasi profesi tersebut akan sangat berperan dalam meningkatkan kualitas guru, melalui berbagai kegiatan sesuai dengan visi dan misinya masing-masing.
BAB III
PENUTUP
Guru merupakan salah satu faktor dominan yang menentukan tingkat keberhasilan anak didik dalam melakukan transformasi ilmu pengetahuan dan tehnologi serta internalisasi etika dan moral serta nilai-nilai agama. Guru diharapkan memiliki pemahaman dan kemampuan untuk mengembangkan peranan profesionalnya sebagai guru dengan acuan sikap profesional dan wawasan tentang etika profesi keguruan.
Disamping itu guru juga harus memahami bagaimana bertindak sesuai dengan etika jabatannya, dan bagaimana guru bersikap terhadap tugas mengajar, serta dengan personalia pendidikan atau orang-orang di luarnya yang ikut menentukan keberhasilan tugas mengajarnya.
Kode etik keprofesian itu memiliki kedudukan, peran dan fungsi yang sangat penting dan strategis dalam menompang keberadaan dan kelansungan hidup suatu profesi di masyarakat. Guru sebagai tenaga profesional perlu memiliki “kode etik guru” dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama pengabdian. Kode etik guru diartikan sebagai “aturan tata susila keguruan”.
Demikian uraian tentang eksistensi etika profesi keguruan dalam dunia pendidikan. Guru merupakan sosok yang digugu dan ditiru oleh anak didiknya, maka dalam melaksanakan tugasnya guru harus mempunyai etika terhadap dirinya sendiri, profesi, teman sejawat, atasan, pegawai administrasi, masyarakat dan orangtua murid.








DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Agama RI. Undang-Undang Dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI, 2006
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru Dan Anak Didik dalam interaksi edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010
Getteng, Abd. Rahman. Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika. Yogyakarta: Graha Guru, 2012
Iqbal, Abu Muhammad. Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan. Jawa Timur: Jaya Star Nine, 2013
Isnanto, Rizal. Buku Ajar Etika Profesi. Semarang: Karya Toha, 2009
Janawi. Kompetensi Guru Citra Guru Profesional. Bandung: Alfabeta, 2012
Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012
Purwanto, M.Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002
Ramayulis.  Etika Dan Profesi Keguruan. Jakarta: Kalam Mulia, 2013
Saud, Udin Syaefudin. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta, 2013
Soetjipto, Profesi keguruan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004
El-Hunaefi. “Makalah Hadits Tarbiyah; Hadits Tentang Kompetensi Pedagogis Guru05 Mei 2017.
http://elhunaefi.blogspot.co.id/2015/04/makalah-hadits-tarbiyah-hadits-tentang_25.html
Fadlun. “Kompetensi Pedagogik”. 05 Mei 2017.
http://fadlunyafa.blogspot.co.id/




[1] Abd. Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika (Yogyakarta: Graha Guru, 2012) hlm. 56
[2] Ramayulis,  Etika Dan Profesi Keguruan (Jakarta: Kalam Mulia, 2013) hlm. 7
[3] Rizal Isnanto, Buku Ajar Etika Profesi (Semarang: Karya Toha, 2009) hlm. 11
[4] Abu Muhammad Iqbal, Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan (Jawa Timur: Jaya Star Nine, 2013) hlm. 121
[5] http://elhunaefi.blogspot.co.id/2015/04/makalah-hadits-tarbiyah-hadits-tentang_25.html
[6] http://fadlunyafa.blogspot.co.id/
[7] Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm 39
[8]  Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik dalam interaksi edukatif  (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010) hlm  49
[9] M.Ngalim Purwanto. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 13
[10] M.Ngalim Purwanto. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002),  hlm. 14
[11] M.Ngalim Purwanto. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 15
[12] Udin Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2013) hlm 80
[13] Soetjipto, Profesi keguruan  (Jjakarta: PT. Rineka Cipta, 2004) hlm 29
[14] Udin Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2013) hlm 83

[15] Direktorat Jendral Pendidikan Islam Agama RI, Undang-undang dan peraturan pemerintah RI tentang pendidikan (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006) hlm 103

[16] Janawi, Kompetensi Guru Citra Guru Profesional (Bandung: Alfabeta, 2012) hlm. 30
[17] Soetjipto, Profesi keguruan  (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004) hlm. 34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kucing nakal