DAFTAR ISI
Daftar Isi.............................................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pentingnya Etika Profesi................................................................................. 3
B.
Prinsip-Prinsip Etika
Profesi............................................................................ 4
C.
Peranan Etika dalam Profesi............................................................................ 4
D.
Etika Guru Dalam Dunia
Pendidikan.............................................................. 5
E.
Urgensi Etika Profesi
Keguruan Dalam Dunia Pendidikan........................... 10
F.
Kode Etik Profesi Keguruan.......................................................................... 11
G.
Organisasi Profesional Keguruan................................................................... 14
H.
Fungsi Organissi
Profesional Keguruan......................................................... 17
I.
Jenis-Jenis Organisasi Guru............................................................................ 18
BAB III PENUTUP........................................................................................... 19
Daftar Pustaka..................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
Guru merupakan salah satu faktor
dominan yang menentukan tingkat keberhasilan anak didik dalam melakukan
transformasi ilmu pengetahuan dan tehnologi serta internalisasi etika dan moral
serta nilai-nilai agama. Dalam melaksanakan tugasnya guru menjadi sosok yang
digugu dan ditiru oleh anak didik, Guru menjadi suri tauladan bagi muridnya,
untuk itu sangat diperlukan etika guru dalam melaksanakan kewajibannya.
Berbagai tingkah laku yang ditunjukkan oleh anak didik tidak lepas dari
pengaruh guru sebagai pengganti orangtua di sekolah. Anak didik akan
mengidentifikasi tingkah laku guru kemudian menirunya.
Etika profesi keguruan mutlak diperlukan dalam dunia pendidikan.
Pekerjaan guru adalah sebuah pekerjaan yang professional, yang diperoleh
melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi.
Profesi guru akan mendapat kepercayaan tinggi dari masyarakat , bilamana ada
kesadaran kuat untuk melaksanakan etika profesi , tanpa etika guru akan
mendapat celaan dari masyarakat.
Salah satu ciri profesi adalah adanya kontrol ketat atas
para anggotanya. Suatu profesi ada dan diakui masyarakat karena ada usaha dari
para anggotanya untuk menghimpun diri. Melalui organisasi tersebut, profesi
dilindungi dari kemungkinan penyalahgunaan yang dapat membahayakan keutuhan dan
kewibawaan profesi itu. Kode etik pun disusun dan disepakati oleh para
anggotanya. Maka suatu organisasi profesi menyerupai suatu sistem yang
senatiasa mempertahankan keadaan yang harmonis ia akan menolak keluar komponen
sistem yang tidak mengikuti arus atau meluruskannya. Dalam praktek
keorganisasian, anggota yang mencoba melanggar aturan main organisasi akan
diperingatkan, bahkan dipecat. Jadi dalam suatu organisasi profesi, ada aturan
yang jelas dan sanksi bagi pelanggar aturan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pentingnya Etika Profesi
Kata
etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan
berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk
menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar,
buruk atau baik.
Menurut
Martin, etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance
index or reference for our control system”.[1]
Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan
mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya
yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian
dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja
dibuat berdasarkan prinsipprinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan
akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang
secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik.
Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self
control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepenringan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Selanjutnya,
karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan
berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang
berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan
kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh
rekan sejawat, sesama profesi sendiri.
Kehadiran
organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode
etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta
kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk
penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian.[2]
Oleh
karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan
dari masyarakat, jika dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran
kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian
profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semual
dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi
menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak
diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan
tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para
elite profesional ini.
B.
Prinsip-Prinsip Etika Profesi
Dalam
sebuah profesi ada prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan. Menurut Rizal
Isnanto ada tiga prinsip yang perlu ada, yaitu :[3]
1.
Tanggung jawab
a.
Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu
dan terhadap hasilnya.
b.
Terhadap dampak dari profesi itu
untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2.
Keadilan. Prinsip ini menuntut kita
untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
3.
Otonomi. Prinsip ini menuntut agar
setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan
profesinya.
C.
Peranan Etika Dalam Profesi
1.
Nilai-nilai etika itu tidak hanya
milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap
kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai
pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan
akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
2.
Salah satu golongan masyarakat yang
mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan
kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu
masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena
adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik
profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
3.
Sorotan masyarakat menjadi semakin
tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak
didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang
dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat
profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya
mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik
super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin
menjamahnya.
D. Etika Guru
dalam dunia Pendidikan
1.
Etika Guru Terhadap Profesi
a.
Etika berkaitan dengan mental
pribadi
1)
Ikhlas dalam mengajar.[4]
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya:
162. Katakanlah:
Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam (Q.S Al-An’am:162)
Guru dalam mengajar hendaknya mempunyai
niat ibadah kepada Allah SWT dengan mengajar dan memiliki tujuan untuk
menyebarkan ilmu dan menghidupkan akhlak mulia. Dalam hal ini guru mengajar harus
atas kemauannya sendiri (sukarela). Dan seharusnya dia tidak jadi guru apabila
tidak menginginkannya, jika mengajar itu karena keterpaksaan maka dia akan
selalu berfikir untuk meninggalkan profesinya dan mencari pekerjan lain. Hal
itu akan membuatnya kurang memikirkan cara terbaik untuk mencari informasi,
pengetahuan, dan penyajian materi-materi pelajaran kepada anak didiknya dengan
cara yang sesuai.[5]
2)
Guru harus berwibawa, tenang,
khusyu’ dan menunjukkan vitalitas serta keuletan agar para anak didik tidak
merasa malas dan bosan.
3)
Guru harus memiliki kesiapan alami
(fitrah) untuk menjalani profesi mengajar, seperti pemikiran yang lurus, bashirah
yang jernih, tidak melamun, berpandangan jauh ke depan, cepat tanggap dan dapat
mengambil tindakan yang tepat pada saat-saat kritis agar guru berhasil
menjalankan tugasnya serta mempunyai kemauan yang kuat.
b.
Etika Ketika Persiapan Mengajar
Sebelum memasuki pelajaran, guru harus siap secara mental,
fisik, waktu dan ilmu (materi). Kesiapan mental adalah tidak mengajar dalam
keadaan malas, lapar, atau tidak siap karena factor udara yang sangat panas
atau dingin. Kesiapan waktu adalah guru mengisi pelajaran itu dengan jiwa
tenang, tidak menghitung tiap detik yang berlalu, tidak menunggu-nunggu bel
berbunyi atau tidak menyuruh siswa membaca sendiri tanpa diterangkan maksudnya,
atau menghabiskan jam pelajaran dengan hal-hal yang tidak ada gunanya bagi
siswa.Sedangkan kesiapan ilmu adalah Guru menyiapkan materi pelajaran sebelum
masuk, menyiapkan apa yang akan disampaikannya, sebisa mungkin menghindari
spontanitas dalam mengajar jika tidak menguasasi materi.[6]
c.
Etika Ketika Interaksi Belajar
Mengajar[7]
1)
Menguasai materi pelajaran dengan
baik melebihi murid-muridnya dan mampu memberikan pemahaman kepada mereka
dengan baik.
2)
Guru harus menguasai metode
mengajar.
Guru harus
menelaah buku-buku yang berkaitan dengan pelajaran, studi-studi pendidikan, riset-riset
psikologi dan sosial yang berbicara mengenai anak, remaja, perubahan-perubahan
fisik dan mental yang dilalui masing-masing, agar guru sanggup menyampaikan
informasi (ilmu) dengan cara terbaik, selama situasi pengajaran dan pendidikan.[8]
2.
Etika Guru Terhadap Siswanya
a.
Mengajar karena Allah SWT.
وَقُلِ اعْمَلُوا
فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.(Q.S. At-Taubah:
105)
Guru dalam mengajar dengan niat mengharapkan ridha Allah
untuk menyebarkan ilmu, menghidupkan hukum Islam, menegakkan kebenaran, dan
melenyapkan kebatilan serta memelihara kemaslahatan umat.
b.
Guru hendaknya mencintai muridnya dan bersikap lemah lembut.
Sebagaimana Allah berfirman
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ
ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا مِنْ
حَوْلِكَ....
Artinya: Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu.(Q.S Ali-Imran: 159)
Artinya,
seorang guru hendaknya menganggap bahwa muridnya itu adalah merupakan bagian
dari dirinya sendiri (bukan orang lain).
c.
Guru memotivasi murid untuk
menuntut ilmu seluas mungkin.
d.
Guru selaku pendidik hendaknya
selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi anak didiknya.
e.
Didalam melaksanakan tugas harus
dijiwai dengan kasih sayang, adil serta menumbuhkannya dengan penuh tanggung
jawab.
f.
Guru wajib menjunjung tinggi harga
diri setiap anak didik.
g.
Guru seyogyanya mencegah
usaha-usaha atau perbuatan-perbuatan yang dapat menurunkan martabatnya.
h.
Setiap guru dalam bergaul dengan anak didiknya tidak
boleh mengaitkan persoalan politik dan ideologi yang dianutnya baik secara
langsung maupun tidak langsung.
3.
Etika Guru Dengan Teman Sejawat
a.
Dalam bergaul dengan sesama guru hendaknya bersifat
terus terang, jujur dan terbuka.
b.
Diantara sesama guru hendaknya selalu ada kesediaan
untuk saling memberi saran, nasehat dalam rangka melaksanakan jabatan masing-masing.
c.
Di dalam menunaikan tugas dan memecahkan persoalan
bersama hendaknya saling tolong menolong dan penuh toleransi.
d.
Guru hendaknya tidak saling menggunjing sesama guru
.
4.
Etika Guru Terhadap Atasan
a.
Guru melaksanakan perintah dan kebijaksanaan
atasannya
b.
Guru wajib menghormati hirarki jabatan yang ada di
sekolah
c.
Guru wajib menyimpan rahasia jabatan
d.
Setiap saran dan kritik kepada atasan dilakukan
melalui prosedur dan forum yang semestinya.
e.
Hubungan guru dengan atasan diarahkan untuk
meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama.
5.
Etika Guru Terhadap Pegawai Administrasi
Administrasi
dapat diartikan sebagai kegiatan atau usaha untuk membantu, melayani,
mengarahkan atau mengatur smua kegiatan di dalam mencapai suatu tujuan. Administrasi
pendidikan adalah segenap proses pengarahan dan pengintegrasian segala sesuatu,
baik personal, spritual maupun materi, yang bersangkut paut dengan pencapaian
suatu tujuan.[9]
Etika
berperan sebagai pedoman untuk berperilaku yang baik dan benar, karena tidak
dipungkiri kalau manusia mempunyai kehendak dan ego masing-masing.
Dalam
melaksanakan tugasnya, guru merupakan bahagian dari suatu lingkungan sosial di
sekolah, selain harus berhadapan dengan siswa, atasan, teman sejawat, mereka
juga berhubungan dengan pegawai yang mengelola administrasi sekolah. Dalam hal
ini ada beberapa akhlak atau etika guru terhadap pegawai administrasi adalah:
a.
Menjalin hubungan baik, sehingga tercipta kekompakan
dan rasa kekeluargaan.
b.
Keterbukaan, kesopanan, demi tercapainya suatu
keinginan.
c.
Melakukan pendekatan-pendekatan, demi tercapainya
keinginan kita sebagai guru, misalnya dalam masalah pengetikan soal,
keterlambatan administrasi anak, dan lain-lain.
d.
Menunjukkan sikap peduli terhadap pegawai
administrasi atau tata usaha
e.
Setiap guru berkewajiban untuk selalu memelihara
semangat korsp dan meningkatkan rasa kekeluargaan dengan pegawai tata usaha dan
mencegah hal-hal yang dapat mengganggu martabat masing-masing.
f.
Guru hendaknya bersikap terbuka dan demokratis dalam
hubungannya dengan pegawai tata usaha dan sanggup menempatkan diri sesuai
dengan hirarki jabatan.
e.
Hubungan antara guru dengan pegawai tata usaha
hendaknya merupakan ikatan moral dan bersikap kooperatif edukatif.
6.
Etika Guru Terhadap Orangtua Siswa
Sekolah
dalam melaksanakan pendidikan kepada anak-anak harus mengadakan kerjasama
dengan orangtua mereka. Dengan adanya kerjasama, oarngtua akan memperoleh
pengetahuan dan pengalaman dari guru dalam hal mendidik anak-anaknya,
sebaliknya para guru dapat pula memperoleh keterangan-keterangan dari orangtua
tentang kehidupan dan sifat-sifat anak-anaknya. Keterangan-keterangan orangtua
itu sangat besar gunanya bagi guru dalam memberikan pelajaran dan pendidikan
terhadap siswanya, juga merupakan informasi bagi guru tentang keadaan alam
sekitar tempat siswa-siswanya dibesarkan.[10]
Adapun hubungan guru dengan orangtua sebagai berikut:
a.
Guru hendaknya selalu mengadakan hubungan timbal
balik dengan orangtua atau wali siswa, dalam rangka kerjasama untuk memecahkan
persoalan-persoalan di sekolah dan pribadi anak.
b.
Segala kesalah pahaman yang terjadi antara guru dan
orangtua atau wali siswa ,hendaknya diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.
7.
Etika Guru terhadap Masyarakat
Sekolah
berada ditengah-tengah masyarakat berfungsi menjaga kelestarian nilai-nilai
yang positif yang ada dalam masyarakat, agar perwarisan nilai-nilai masyarakat
itu berlangsung dengan baik dan sekolah sebagai lembaga yang dapat mendorong
perubahan nilai dan tradisi itu sesuai dengan kemajuan dan tuntutan kehidupan
serta pembangunan, oleh sebab itu diperlukan saling pemahaman antara sekolah
dan masyarakat.[11] Adapun
etika guru terhadap masyarakat adalah:
a.
Guru hendaknya selalu berusaha
berpartisipasi terhadap lembaga serta organisasi-organisasi di dalam masyarakat
yang berhubungan dengan usaha pendidikan, sebab pada hakekatnya pendidikan itu
merupakan tugas pembangunan masyarakat dan kemanusiaan.
b.
Guru hendaknya melayani dan
membantu memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat sesuai fungsi
dan kemampuannya.
c.
Guru hendaknya menghormati dan
menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan masyarakat dengan sikap membangun.
E.
Urgensi Etika Profesi Keguruan
Dalam Dunia Pendidikan
Guru
merupakan salah satu faktor dominan yang menentukan tingkat keberhasilan anak
didik dalam melakukan transformasi ilmu pengetahuan dan tehnologi serta
internalisasi etika dan moral serta nilai-nilai agama. Guru diharapkan memiliki
pemahaman dan kemampuan untuk mengembangkan peranan profesionalnya sebagai guru
dengan acuan sikap profesional dan wawasan tentang etika profesi keguruan.
عن ابي درداء قال: سمعت رسول
الله صلى الله عليه وسلم يقول: فضل العالم على العابد كفضل القمر على الكو كب،
وانما االعلماء ورثة الآ نبياء, وان الآ نبياء لم يورثوا دينارا ولادرهما، انما
ورثوالعلم، فمن اخده اخد بحظ وكفر (رواه ابو داود والتر مذى)
Artinya:“Dari Abi Darda ia
berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW beliau bersabda: keutamaan orang alim
dibanding ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan dibanding bintang-bintang,
sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak
mewariskan dinar dan tidak pula dirham, sesungguhnya mereka mewariskan ilmu,
maka barang siapa mengambil warisan itu berarti ia mengambil bagian yang
sempurna”. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
Guru merupakan profesi yang
paling mulia, agung, dan dihormati. Hal itu karena guru sebagai ahli waris para
nabi. Guru dihormati karena ilmunya, yaitu ilmu yang diwariskan Rasulullah SAW
melalui para sahabat, tabi'in, tabi'ut-tabi'in, para ulama, dan guru terdahulu.
Guru sangat berpengaruh terlebih lagi dalam proses internalisasi
moral dan nilai-nilai agama terhadap anak didik sangat diperlukan terlebih dahulu
guru yang memiliki nilai-nilai tersebut, karena anak didik akan meniru segala
sikap dan tingkah laku gurunya, guru merupakan model bagi muridnya.
Disamping itu guru juga harus memahami bagaimana
bertindak sesuai dengan etika jabatannya, dan bagaimana guru bersikap terhadap
tugas mengajar, serta dengan personalia pendidikan atau orang-orang di luarnya
yang ikut menentukan keberhasilan tugas mengajarnya.
F.
Kode Etik profesi Keguruan
Kode etik keprofesian itu memiliki kedudukan,
peran dan fungsi yang sangat penting dan strategis dalam menompang keberadaan
dan kelansungan hidup suatu profesi di masyarakat. Bagi para pengemban tugas
profesi akan menjadi pegangan dalam bertindak serta menjadi acuan dasar dalam
seluk beluk keprilakuannya dalam rangka memelihara dan menjunjung tinggi
martabat dan wibawa serta kredibilitas visi, misi dan fungsi bidang profesinya.[12]
Dengan demikian, maka kode etik itu merupakan
acuan normatif dan juga operasional. Bagi para pemakai jasa layanan
profesional, kode etik juga dapat merupakan landasan jika dipandang perlu untuk
mengajukan tuntutan kepada pihak yang berwenang dalam hal terjadinya sesuatu
yang tidak diharapkan dari pengemban profesi bersangkutan. Sedangkan bagi para
pembina dan penegak kode etik khususnya dan penegak hukum pada umumnya,
perangkat kode etik yang dimaksud merupakan landasan bertindak sesuai dengan
keperluannya, termasuk pemberlakuan sanksi keprofesian bagi pihak-pihak yang
terkait.
Guru sebagai tenaga profesional perlu
memiliki “kode etik guru” dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur
pekerjaan guru selama pengabdian. Kode etik guru diartikan sebagai “aturan tata
susila keguruan”. Menurut Westby Gibson, kode etik guru adalah suatu statemen
formal yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam aturan tingkah laku
guru.[13]
Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang
mengikat semua sikap dan perbuatan asusila dan amoral berarti guru telah
melanggar “kode etik guru”. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri
yang harus ada pada profesi guru itu sendiri.
Perangkat kode etik itu pada umumnya
mengandung muatan yang terdiri atas preambul dan perangkat prinsip dasarnya.
Preambul lazimnya merupakan deklarasi inti yang menjiwai keseluruhan perangkat
kode etik yang bersangkutan. Sedangkan unsur berikutnya memuat prinsip-prinsip
dasarnya, antara lain yang bersangkutan dengan: tanggung jawab, kewenangan
(kompetensi), standar moral dan hukum, standar unjuk kerja termasuk tehnik dan
instrumen yang digunakan atau dilibatkan, konfidensialitas, hubungan kerja dan
sejawat (profesional), perlindungan keamanan dan kesejahteraan klien, kewajiban
pengembangan diri dan kemampuan profesional termasuk penelitian, serta
publisitas keprofesiannya kepada masyarakat. Muatannya ada hanya garis besar
saja dan ada pula yang disertai rinciannya.
Berbicara mengenai “Kode Etik Guru Indonesia”
berarti kita membicarakan guru yang ada di Indonesia. Kode etik guru Indonesia
terdapat pada hasil rumusan kongres PGRI XIII pada tangggal 21 sampai dengan 25
November 1973 di Jakarta,terdiri dari sembilan poin, yaitu:[14]
1.
Guru berbakti membimbing
anak didik seutuhya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
2.
Guru memiliki kejujuran
profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik
masing-masing.
3.
Guru mengadakan komunikasi,
terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didiknya, tetapi menghindarkan
diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4.
Guru menciptakan suasana
kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua didik sebaik-baiknya
bagi kepentingan anak didik.
5.
Guru memelihara hubungan
baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas
untuk kepentingan pendidikan.
6.
Guru sendiri atau
bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya
7.
Guru menciptakan dan
memelihara hubungan antara sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja
maupun dalam hubungan keseluruhan.
8.
Guru secara hukum
bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi guru
profesional sebagai saran pengabdian.
9.
Guru melaksanakan segala
ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Namun pada tahun 1994 Kode Etik Guru
indonesia mengalami beberapa perubahan pada pedoman dasarnya, akan tetapi tidak
mengubah esensi dari isi dasar pedoman itu sendiri, seperti berikut:
Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang
pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusiaan
padsa umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945,
turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, pada AD/ART PGRI tahun 1994
Guru Indonesia terpanggil untuk menuaikan karyanya dengan berpedoman
dasar-dasar sebagai berikut.
1.
Guru berbakti membimbing
anak didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.
Guru memiliki dan
melaksanakan kejujuran professional.
3.
Guru berusaha memperoleh
informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.
Guru menciptakan suasana
sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.
Guru memelihara hubungan
baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran
serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.
Guru secara pribadi dan
bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.
Guru memelihara hubungan
seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawan sosial.
8.
Guru bersama-sama
memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai saran perjuangan dan
pengabdian.
9.
Guru melaksanakan segala
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Kode etik guru ini merupakan suatu yang harus
dilaksakan sebagai barometer dari semua sikap dan perbuatan guru dalam berbagai
segi kehidupan, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.
G.
Organisasi Profesional Keguruan
Undang-undang yang mengatur Organisasi
profesi dan kode etik tersebut terdapat pada Undang-undang RI No. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen.
BAB IV GURU
Bagian Ke-Sembilan
Organisasi Profesi Dan Kode Etik
Pasal 41:
1.
Guru membentuk organisasi
profesi yang bersifat independen
2.
Organisasi profesi
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi,
kesejahteraan dan pengabdian kepada masyarakat.
3.
Guru wajib menjadi anggota
organisasi profesi.
4.
Pembentukan organisasi
profesi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dangan
peraturan perundang-undangan.
5.
Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan
pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
1.
Menetapkan dan menegakkan
kode etik guru;
2.
Memeberikan bantuan hukum
kepada guru;
3.
Memberikan perlindungan
profesi guru;
4.
Melakukan pembinaan dan
pengembangan profesi guru; dan
5.
Memajukan pendidikan
nasional.
Pasal 43
1.
Untuk menjaga dan
meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
2.
Kode etik sebagaimana pada
ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksannan
tugas keprofesionalan.
Pasal 44
1.
Dewan kehormatan guru
dibentuk oleh organisasi profesi guru.
2.
Keanggotaan serta mekanisme
kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
anggaran dasar organisasi profesi guru.
3.
Dewan kehormatan guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode
etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode
etik oleh guru.
4.
Rekomendasi dewan
kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hams objektif, tidak
diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi
serta peraturan perundang-undangan.
5.
Organisasi profesi guru
wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
H.
Fungsi Organisasi
Profesional Keguruan.
Seperti yang telah disebutkan dalam salah
satu kriteria jabatan profesional, jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk
menyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni
organisasi profesi. Bagi guru-guru di negara kita, wadah ini telah ada yakni
Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan PGRI.
PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan
aspirasi guru indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi
kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan
kesejahteraan mereka. Selanjutnya, Basuni menguraikan empat misi utama PGRI,
yakni: (a) misi politis/ideologi, (b) misi persatuan organisatoris, (c) misi
profesi, (d) misi kesejahteraan.[16]
Kelihatannya, dari realitasnya dalam prpgram-program PGRI. Ini dapat dibuktikan
dengan telah adanya wakil-wakil PGRI dalam badam legislatif seperti DPR dan
MPR. Peranan yang lebih menonjol ini dapat kita pahami sesuai dengan tahap
perkembangan dan pembangunan bangsa dalam era orde baru ini.
Dalam pelaksanaan misi lainnya, misi
kesejahteraan, kelihatannya masih perlu ditingkatkan. Sementara pelaksanaan
misi ketiga, misi prifesi, belum tampak kiprah nyatanya dan belum terlalu
melembaga.
Dalam kaitannya dengan pengembangan
profesional guru, PGRI sampai saat ini masih mengandalkan pihak pemerintah,
misalnya dalam merencanakan dan melakukan program-program penataran guru
serta program peningkatan mutu lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan
program atau kegiatan yang berkaitan dengan perbaikan cara mengajar,
peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru, peningkatan kualifikasi guru
atau melakukan peneltiian ilmiah tentang masalah-masalah profesional yang
dihadapi oleh para guru dewasa ini.
I.
Jenis-jenis Organisasi Guru
Selain PGRI sebagai satu-satunya organisasi
guru yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang bertujuan meningkatkan mutu dan
profesionalisasi guru dalam kelompoknya masing-masing. Kegiatan-kegiatan dalam
kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup baik. Organisasi profesi
pendidikan lainnya adalah Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Profesi Indonesia (ABKIN), Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI),
dan lain-lain.[17]
Hubungan organisasi tersebut dengan PGRI
masih belum tampak nyata secara formal, sehingga nampak kerjasama mutualisme
dalam peningkatan kualitas guru. Dengan diberlakukannya standar kompetensi dann
sertifikasi guru, organisasi-organisasi profesi tersebut akan sangat berperan
dalam meningkatkan kualitas guru, melalui berbagai kegiatan sesuai dengan visi
dan misinya masing-masing.
BAB III
PENUTUP
Guru
merupakan salah satu faktor dominan yang menentukan tingkat keberhasilan anak
didik dalam melakukan transformasi ilmu pengetahuan dan tehnologi serta
internalisasi etika dan moral serta nilai-nilai agama. Guru diharapkan memiliki
pemahaman dan kemampuan untuk mengembangkan peranan profesionalnya sebagai guru
dengan acuan sikap profesional dan wawasan tentang etika profesi keguruan.
Disamping itu guru juga harus memahami bagaimana
bertindak sesuai dengan etika jabatannya, dan bagaimana guru bersikap terhadap
tugas mengajar, serta dengan personalia pendidikan atau orang-orang di luarnya
yang ikut menentukan keberhasilan tugas mengajarnya.
Kode etik keprofesian itu memiliki kedudukan, peran dan fungsi yang
sangat penting dan strategis dalam menompang keberadaan dan kelansungan hidup
suatu profesi di masyarakat. Guru sebagai tenaga profesional perlu memiliki “kode etik guru” dan
menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama pengabdian.
Kode etik guru diartikan sebagai “aturan tata susila keguruan”.
Demikian
uraian tentang eksistensi etika profesi keguruan dalam dunia pendidikan. Guru
merupakan sosok yang digugu dan ditiru oleh anak didiknya, maka dalam
melaksanakan tugasnya guru harus mempunyai etika terhadap dirinya sendiri,
profesi, teman sejawat, atasan, pegawai administrasi, masyarakat dan orangtua
murid.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Agama RI.
Undang-Undang Dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. Jakarta:
Departemen Agama RI, 2006
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru Dan Anak Didik dalam
interaksi edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010
Getteng, Abd. Rahman. Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika. Yogyakarta:
Graha Guru, 2012
Iqbal, Abu Muhammad. Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan.
Jawa Timur: Jaya Star Nine, 2013
Isnanto, Rizal. Buku Ajar Etika Profesi. Semarang: Karya Toha, 2009
Janawi. Kompetensi Guru Citra Guru Profesional. Bandung: Alfabeta,
2012
Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2012
Purwanto, M.Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002
Ramayulis. Etika Dan Profesi
Keguruan. Jakarta: Kalam Mulia, 2013
Saud, Udin Syaefudin. Pengembangan Profesi
Guru. Bandung: Alfabeta, 2013
Soetjipto, Profesi keguruan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2004
El-Hunaefi. “Makalah Hadits Tarbiyah; Hadits Tentang Kompetensi Pedagogis Guru” 05 Mei 2017.
http://elhunaefi.blogspot.co.id/2015/04/makalah-hadits-tarbiyah-hadits-tentang_25.html
Fadlun. “Kompetensi
Pedagogik”. 05 Mei 2017.
http://fadlunyafa.blogspot.co.id/
[1]
Abd. Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika (Yogyakarta:
Graha Guru, 2012) hlm. 56
[2]
Ramayulis, Etika Dan Profesi Keguruan
(Jakarta: Kalam Mulia, 2013) hlm. 7
[3]
Rizal Isnanto, Buku Ajar Etika Profesi (Semarang: Karya Toha, 2009) hlm.
11
[4]
Abu Muhammad Iqbal, Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan (Jawa
Timur: Jaya Star Nine, 2013) hlm. 121
[5]
http://elhunaefi.blogspot.co.id/2015/04/makalah-hadits-tarbiyah-hadits-tentang_25.html
[6]
http://fadlunyafa.blogspot.co.id/
[8] Syaiful Bahri
Djamarah, Guru Dan Anak Didik dalam interaksi edukatif (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2010) hlm 49
[9] M.Ngalim Purwanto. Administrasi dan Supervisi
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 13
[10]
M.Ngalim Purwanto. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm.
14
[11]
M.Ngalim Purwanto. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 15
[15] Direktorat Jendral
Pendidikan Islam Agama RI, Undang-undang dan peraturan pemerintah RI tentang
pendidikan (Jakarta: Departemen Agama
RI, 2006) hlm 103
[16]
Janawi, Kompetensi Guru Citra Guru Profesional (Bandung: Alfabeta, 2012)
hlm. 30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar