Ketika Aktivis Harus Jatuh
Cinta
Oleh : Alifa El-Khansa
Ketika Harus
Jatuh Cinta, Catatan Kecil untuk Para Aktivis Dakwah Sejati
(Part 1: Fenomena)
Dakwah bagaikan cahaya yang terpantul dari kedalaman senyawa dalam dada.
Cahayanya terpantul karena banyaknya kaca hati yang terserak, menyertai segenap duka yang terpupuk atas nama surga.
Semakin banyak kaca hati yang terserak mampu melunturkan waktu yang kian menipis di kisi-kisi senja. Berharap cepat kembali demi sebuah cinta.
(Part 1: Fenomena)
Dakwah bagaikan cahaya yang terpantul dari kedalaman senyawa dalam dada.
Cahayanya terpantul karena banyaknya kaca hati yang terserak, menyertai segenap duka yang terpupuk atas nama surga.
Semakin banyak kaca hati yang terserak mampu melunturkan waktu yang kian menipis di kisi-kisi senja. Berharap cepat kembali demi sebuah cinta.
Bagi seorang
aktivis, dakwah merupakan sebuah jalan panjang menuju surga-Nya yang penuh onak
dan duri. Tidak akan disebut berdakwah ketika seorang aktivis tidak menemui
cobaan dalam berdakwah. Karena memang cobaan adalah bagian dari dakwah itu
sendiri dan Allah akan selalu menguji kesungguhan hati orang-orang yang telah
berani mengatakan bahwa mereka beriman.
Banyak
aktivis yang telah berhasil melewati berbagai fase cobaan dalam rentang
dakwahnya yang panjang. Aktivis ini telah membuktikan dirinya di hadapan kaum
muslimin dan Rabb bahwa dengan keteguhan hati dan kesabarannya telah berhasil
melakukan terobosan-terobosan dakwah yang penuh strategi dalam melawan
kebatilan. Aktivis ini menjadi tumpuan dakwah di tempatnya berada karena dapat
dipercaya dan amanah dalam melaksanakan berbagai agenda. Ia layak digelari
mujahidullah peradaban karena mampu bertahan dengan cobaan dakwah yang
menyangkut strategi dalam melawan kebatilan.
Tetapi
seringkali aktivis itu tidak menyadari bahaya cobaan yang sedang menerpa
hatinya. Hatinya yang rapuh sering tergelincir dengan cinta terhadap lawan
jenis yang tumbuh dari kebersamaan mereka dalam dakwah yang panjang dan penuh
cobaan. Ta'awun yang mereka lakukan seringkali menimbulkan benih-benih
terpendam. Lalu diam-diam mereka pupuk di dalam hati hingga akhirnya bunga
bermekaran di mana-mana. Sayangnya, bunga itu bukanlah bunga mawar yang
indah... Bunga itu tumbuh bukan dari keimanan, melainkan dari pandangan mata
dan nafsu yang pelan-pelan merusak hati lalu menggerogoti jiwa yang lemah. Jiwa
itu kini menjadi rapuh, merusak seluruh niat yang tersampir di dada lalu
akhirnya merobohkan sendi-sendi dakwah.
Walaupun
begitu, sulit sekali untuk melepaskan ‘dia' yang telah bersemayam di dada, jauh
melebihi Dia yang selama ini selalu bersama kita dengan penuh cinta. Bagaimana
bisa melupakannya begitu saja? Ketika seorang aktivis dakwah telah terlalu lama
menancapkan panah-panah pandangan mata ke arah ‘dia' yang tampak indah dengan
segala gerik dakwahnya, sedangkan Dia-Rabb yang selalu ada untuk kita tak
pernah sekalipun menampakkan wujud-Nya, tentu saja sosok'nya' jadi lebih
bermakna. Kita takut tegas
padanya
karena sebelumnya telah terbayang wajahnya yang memelas. Kita jadi takut
berbuat salah padanya karena telah terbayang wajahnya yang merah padam.
Sekarang di dalam pikiran hanya ada wajahnya dimana-mana! Inilah bahaya kalau
para aktivis mengurangi porsi ghadul bashar pada lawan jenis...
Lalu setelah
berusaha ghadul bashar dan meluruskan niat lagi, datang cobaan dari
lingkungan sesama aktivis dakwah. Yang anehnya lagi, lingkungan aktivis kadang
malah mendukungnya. Mereka ucapkan kata-kata penggoda untuk membuatnya merasa
bahwa sosok ‘itu' juga pantas disandingkan dengannya. Hati yang telah kokoh
dibentengi keimanan kepada Allah itu akhirnya kandas juga dimakan api asmara
yang datangnya dari sesama para aktivis dakwah. Terkadang lingkungan aktivis
dakwah sekalipun juga dapat menjerumuskan ketika orang-orang yang ada di
lingkungan itu sendiri kurang bisa menjaga hati dan pandangannya. Benar-benar
cobaan yang dahsyat! Harapan dan kenyataan untuk menggapai surga-Nya telah
terkotori oleh cobaan cinta dari lawan jenis yang tidak mampu dimaknai sesuai
porsinya. Kini, yang tersisa hanyalah puing-puing dakwah yang terserak, roboh
terkena badai cinta.
Ketika Harus
Jatuh Cinta, Catatan Kecil untuk Para Aktivis Dakwah Sejati
(Part 2:Antara Kejujuran & Ketulusan)
Cinta... tiada satu pun di dunia ini yang menafikan karena cinta sendiri merupakan senyawa yang menjadi fitrah manusia sejak dia ada. Sekarang, permasalahan yang muncul adalah apakah kita bisa menumbuhkan benih cinta yang ada di dalam hati sesuai dengan porsinya? Apakah kita mampu mensinkronisasikan cinta dengan dakwah yang telah menjadi darah daging kita sendiri? Ataukah kita memisahkan cinta dengan dakwah lalu jatuh terluka karena telah mencabik-cabiknya dari nyawa? Kita letakkan harapan pada hamba, yang bahkan masih mengeja makna cinta. Sedangkan cinta hanya mau berharap pada Ilahi Rabbi-Tuhan yang telah menjadikannya ada.
(Part 2:Antara Kejujuran & Ketulusan)
Cinta... tiada satu pun di dunia ini yang menafikan karena cinta sendiri merupakan senyawa yang menjadi fitrah manusia sejak dia ada. Sekarang, permasalahan yang muncul adalah apakah kita bisa menumbuhkan benih cinta yang ada di dalam hati sesuai dengan porsinya? Apakah kita mampu mensinkronisasikan cinta dengan dakwah yang telah menjadi darah daging kita sendiri? Ataukah kita memisahkan cinta dengan dakwah lalu jatuh terluka karena telah mencabik-cabiknya dari nyawa? Kita letakkan harapan pada hamba, yang bahkan masih mengeja makna cinta. Sedangkan cinta hanya mau berharap pada Ilahi Rabbi-Tuhan yang telah menjadikannya ada.
Andaikan
kita menjadi seorang aktivis yang telah jatuh cinta pada seorang pengemban
dakwah lainnya, apakah kita adalah orang yang lantas tergelincir dari jalan
dakwah ataukah kita mampu bertahan lalu menjaga cinta kita sebagai rahasia
saja? Atau jangan-jangan kita biarkan cinta dan dakwah berjalan beriringan.
Kita berjuang untuk Allah sekaligus untuk mendapatkan cinta dari aktivis dakwah
lainnya juga. Padahal kita mengetahui hanya amal yang niat tulus karena Allah
saja-lah yang diterima oleh Allah.
Wahai para
pengemban risalah Allah, sadarlah... Hanya kejujuran dan ketulusan sajalah yang
mampu mengalahkan semua niat yang telah ternoda di dalam dada. Ketika niat
telah terkotori dan cinta telah berharap pada selain Allah, jujurlah pada
Allah. Utarakan kepada Allah dengan sejujurnya keinginanmu yang sebenarnya.
Jika ingin bersatu dengannya, mintalah... Pun ketika hati ini ingin diluruskan
oleh Allah, dihilangkan bayang-bayang dirinya dari pikiran, maka mintalah...
Jujurlah pada Allah... Kenapa kita harus menutupi hal yang tampak di
hadapan-Nya?
Tulus dan
jujurlah hanya kepada Allah-Rabb yang Maha Mengetahui segala isi hati. Karena
hanya Allah saja yang mampu jujur dan tulus kepada kita. Bukan pendamping
dakwah yang kita harapkan atau bahkan lingkungan yang mungkin juga sedang
futur.
Lalu ketika
Allah telah membalas kejujuran itu, maka saatnya untuk tulus kepada Allah.
Tulus atas apapun keputusan Allah yang diberikannya kepada kita. Seandainya
Allah mengabulkan doa-doa kita, anggaplah ini sebagai kado kecil dari-Nya
karena kita telah jujur pada-Nya. Jika Allah mengizinkan kita bersatu dengan
kekasih hati, maka tuluskan lagi niat kita hanya karena Allah. Maka insyaAllah
perjalanan dakwah ini dengan kekasih hati akan lebih indah dan diridhoi
oleh-Nya. Sedangkan bila Allah justru memisahkan kita dengan kekasih hati, maka
kita juga harus berusaha tulus menerima segala keputusan Allah. Ini adalah
keputusan terbaik dari Allah dan tiada yang bisa menandinginya. Yakinlah dengan
keputusan Allah ini, maka insyaAllah penggantinya akan lebih baik dari apa yang
selama ini kita bayangkan.
InsyaAllah
dengan kejujuran dan ketulusan cinta ini maka aktivis dapat melangkah di jalan
dakwah dengan keyakinan teguh dan kesabaran. Akivis menjadi insan yang
istiqomah melangkah di jalan dakwah. Aktivis menjadi mujahid yang berhasil dari
segi strategi dan segi kesucian cinta. Semoga kita semua menjadi aktivis yang
mampu jujur dan tulus kepada Allah atas fitrah cinta yang telah menjadi senyawa
dalam jiwa kita. Amin..
- See more at: http://www.dudung.net/artikel-islami/ketika-aktivis-harus-jatuh-cinta.html#sthash.50u4wziy.dpuf
Menyikapi Cinta di Kalangan
Aktivis Dakwah
Innalillahi…
Sosok mengagumkan itu kembali terngiang dalam memori…
Si cerdas, tangguh, bijak dan entah apa…sepertinya aku butuh kata baru untuk menggambarkan ke-luarbiasa-annya…
Aku kembali lagi kagum dan kagum, hanya dapat mengaguminya… astagfirullah…. tipu daya syetan itu ya Allah… astagfirullah.
Sosok mengagumkan itu kembali terngiang dalam memori…
Si cerdas, tangguh, bijak dan entah apa…sepertinya aku butuh kata baru untuk menggambarkan ke-luarbiasa-annya…
Aku kembali lagi kagum dan kagum, hanya dapat mengaguminya… astagfirullah…. tipu daya syetan itu ya Allah… astagfirullah.
Ilustrasi
(kawanimut)
dakwatuna.com
- “Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik”(QS. Ali-Imran: 14)
Sebagai
aktivis dakwah sudah pasti, ujian dalam mengarungi samudra kehidupan dakwah ini
tidaklah akan mudah. Beragam tantangan gulungan ombak penghalang akan terus
datang. Menerpa perjalanan hingga kelak kita sampai di finishnya. Dengan
porak-poranda mungkin, basah kuyup, ya itu sudah pasti. Namun bagaimana pun,
itu semua akan dan harus dilalui.
Cinta.
Rasanya ini merupakan salah satu ujian berat yang harus dilalui kita para
aktivis dakwah. Cinta dalam konteks sebuah rasa ‘manusiawi’ yang timbul antar
dua insan yang berlainan jenis. Layaknya cinta Adam dan hawa, cinta Yusuf dan
Zulaikha, cinta baginda Rasulullah dan ibunda Siti Khadijah. Rasa ini tentunya
sangat rentan sekali untuk kita para aktivis dakwah thulabi yang kesehariannya
senantiasa dihadapkan pada kenyataan dan keharusan kita berinteraksi intensif
antar lawan jenis sesama aktivis dakwah.
Tentunya
tidak dapat dipungkiri, bahwa cinta akan timbul karena terbiasa. Terbiasa
beramal jama’i bersama, terbiasa menyelesaikan berbagai persoalan dakwah
bersama, terbiasa saling mengingatkan dalam kebaikan bersama, bahkan mungkin
terbiasa menangis bersama dalam berbagai muhasabah tiap agenda. Merasai bersama
pahit manis, asam-garam kehidupan dakwah kampus atau sekolah dalam kurun waktu
yang tidak bisa dibilang sebentar. Tentu benih-benih itu tanpa ditanam dan
disiram pun akan tetap bertumbuh.
Tidak ada
yang salah atas itu semua. Bukan hal yang salah jika kita jatuh cinta.
Bahwasannya aktivis dakwah pun juga hanya manusia biasa bukan? Maka jangan
salahkan cinta, pun jangan pula terbebani dengannya, apalagi sampai berusaha
untuk membunuhnya. Karena sejatinya dia adalah fitrah. Dan fitrah cinta ini
adalah persoalan bagaimana kita dalam menyikapinya.
Beberapa
baris kalimat pembuka di atas sangat mungkin pernah terbesit dalam hati-hati
kita. Ketika melihat sosok aktivis militan yang pesona keimanannya begitu memancar.
Keshalihan pribadinya begitu nampak. Pemikiran briliannya selalu menyempurnakan
kerja-kerja dakwah. Ditambah aura kepemimpinannya yang bijaksana lagi tegas.
Salahkah jika muncul rasa itu? Sekali lagi tidak. Bukan perasaan itu yang
salah, melainkan pilihan langkah kita yang sering kali salah dalam
menyikapinya.
Lantas apa
dan bagaimana cara kita untuk menyikapinya?
Seorang
ustadz pada siarannya di salah satu radio dakwah pernah menyampaikan,
bahwasannya benar, cinta datang dari mata turun ke hati, dari pendengaran turun
ke hati. Maka jagalah keduanya ini. Jagalah dengan sungguh-sungguh seluruh
indera yang dikaruniakan olehNya. Menjaganya dengan sebenar-benar penjagaan dan
memohon pada pemiliknya dengan segala kerendahan dan penghambaan untuk senantiasa
menjaga hati kita tetap pada koridor yang diridhai-Nya. Menjaga pandangan untuk
menjaga hati (ghodul bashar ilaa ghodul qulub). Maka hal penting pertama adalah
ini, jangan pernah sepelekan hal ini.
Kemudian
sadarilah. Bersegeralah ‘menyadarkan diri’, bahwasannya semua rasa yang timbul
itu adalah fana, maya, semu. Rasa itu timbul oleh karena adanya sebab. Maka
seiring dengan hilangnya sebab-sebab yang mengharuskan kebersamaan dan
ke-terbiasa-an tersebut, maka akan menyertai pula hilangnya perasaan yang pernah
bertumbuh itu. Cepat atau lambat pun rasa itu akan berkurang lalu hilang.
Lalu
yakinlah. Bahwasanya jelas janji-Nya dalam Al-Quran. Telah Ia siapkan laki-laki
baik untuk perempuan-perempuan baik, pun sebaliknya. Jika dalam al-huda itu pun
telah jelas tertulis, maka masih adakah alasan kita untuk meragu?
Mari
sibukkan diri dalam perbaikan. Meningkatkan kualitas diri dan berusaha
memantaskan diri untuk mendapatkan satu yang terbaik yang telah disiapkan
oleh-Nya untuk masing-masing dari kita. Jangan biarkan tipu daya syetan itu
memonopoli hati dan pikiran kita. Menjerembabkan diri kita ke jurang nista.
Wallahu’alam
bishshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar