Minggu, 23 April 2017

makalah rumpun bahasa semit

MAKALAH FIQH LUGHOH
“BAHASA SEMIT”

Oleh:
RADEN NORHAYATI
NIM. 1131210006
SAYYIDAH YAUMI
NIM.






FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONTIANAK
2017 M/1438 H

DAFTAR ISI
Daftar Isi......................................................................................................... 1
A.  Sejarah Bahasa Semit Dan Bangsa Semit................................................... 2
B.  Bahasa Rumpun Semit................................................................................ 4
C.  Metode Kajian Bahasa Semit..................................................................... 5
D.  Bahasa Semit Tertua (Kuno)....................................................................... 5
E.   Pembagian Bahasa Rumpun Semit............................................................. 7
F.   Faktor-Faktor Perekat Kekerabatan Rumpun Bahasa Semit..................... 11
G.  Karakteristik Bahasa Semit........................................................................ 11
H.  Perbedaan Antar Bahasa Rumpun  Semit.................................................. 15
I.     Manfaat Kajian Bahasa Semit Bagi Kajian Bahasa Arab.......................... 16
Daftar pustaka................................................................................................ 19




BAHASA SEMIT
A.  Sejarah Bahasa Semit dan Bangsa Semit
Bangsa semit (al-Syu’ub al-Samiyyah) adalah suatu bangsa yang disematkan pada bangsa-bangsa yang meliputi Aramiy, Fanesia, Ibrani, Arab, Yaman, Babilonia, Asyuriyyah serta bangsa-bangsa keturunan mereka (Wafiy,6). Istilah bahasa Semit (Samiyah) ditetapkan sebagai sebutan bagi sekumpulan bahasa yang dihubungkan  kepada salah satu anak nabi Nuh as yaitu Sam.
Orang yang pertama kali memberikan istilah tersebut adalah Scholozer pada tahun 178. Ia  seorang orientalis Jerman di akhir abad 18, ketika dia mencari nama bagi bahasa orang Ibrani dan bangsa Arab. Scholozer menyandarkan penamaan ini kepada berita yang terdapat dalam  kitab Taurat tentang keturunan Nuh setelah terjadi banjir besar. [1]
Menurut  wildan Taufiq dalam  bukunya yang berjudul “fiqih Lhugoh”  Nama semit diambil dari nama salah satu dari kitab kejadian (injil). Nama tersebut diambil dari nama salah satu putra Nuh a.s yaitu Sam, Ham, dan Yafits.  Dimana bangsa Semit tinggal pertama kalinya ? mengenai tempat tinggal pertama, para sarjana berbeda pendapat. Berkut sejumlah pandangan mengenai tempat tinggal pertama bangsa Semit sebagaimana dikutip dari Abdul Wahid Wafy (2004:9-10)[2]
1.    Sejumlah ilmuan berpandangan bahwa bangsa Semit muncul di wilayah Etopia (Habsyah). Dari sana mereka pergike bagian selatan Arab, lewat Bab al-Mandab. Dari wilayah selatan inilah mereka menyebar ke seluruh penjuru jazirah Arab.
2.    Sejumlah ilmuan berpandangan bahwa tempat asal bangsa Semit adalah wilayah utara Afrika, lalu berkembang ke Asia melalui Barzakh Sawis..
3.    Sejumlah ilmuan  berpandangan bahwa tempat asal bangsa Semit adalah Negara Armenia, dekat perbatasan dengan Kurdistan.
4.    Prof. Guidi beserta para pengikutnya, berpendapat bahwa tempat asal bangsa Semit adalah wilayah utara Irak. Pendapatnya didasarkan kepada adanya sebagian kosa kata yang sama berkaitan dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Hal ini nampak dari karakter kalimat-kalimatnya, bunyi-bunyiannya dan makna –maknanya. Juga ada bukti-bukti lain yang menunjukan bahwa Iraq adalah tempat asal bangasa Samiyah
5.    Sejumlah sarjana berpandangan bahwa tempat asal bangsa Semit adalah negara Kan’an.
6.    Sebagian pakar berpendapat  bahwa tempat asal bangsa Semit adalah wilayah barat daya semenajung jazirah Arab, yaitu negara Hijaz, Najed, Yaman, dan sekitarya. Kebanyakan dari kelompok orientalis cenderung kepada pendapat ini seperti Renan (Prancis) dan Brokleman (Almania). Pendapat ini merupakan pendapat yang paling shahih, paling kuat dan paling banyak kesesuaiannya dengan peninggalan bangsa ini serta realitas sejarah. Adapun argumentasi bahwa awal bangsa Samiyha di Jazirah Arab sebagai berikut:[3]
a.    Proses hijrah (imigrasi) terjadi secara terus menerus kesebelah barat daya yaitu ke Nejed, Hijaz dan Yaman dan Migrasi ke sebelah timur ke Shuriah, Irak dan lain-lain sehingga mereka memerangi bangsa Sumariyyin dan bisa mengalahkan bangsa mereka (Sumariyyin) sehingga bisa mendirikan sebuah negeri diatas pemerintahannya yang dikenal dengan negeri Babilonia.
b.    Dari bagian ini bangsa Sam menyebar ke bagian utara, lalu terbentuk bangsa yang dikenal dengan bangsa Kan’an.
c.    Dari bagian ini pula terjadi hijrah (migrasi) kedua ke iraq. Hal ini terbukti dari peninggalannya yaitu bangsa Sam dapat menguasai negeri Iraq yang pada waktu itu dikendalikan oleh kerajaan Kaldea yang salah satu dari rajanya bernama Hamuroby.
d.   Dari bagian ini juga menyebar kabilah Ismail (keturunan nabi Ismail yang tempat tinggal asal mereka di Hijaz) ke utara.
e.    Dari bagian ini juga pada awal masehi berpindah kabilah madyan (tempat tinggalnya di Hijaz ) ke Syam, dan sebagian kabilah Qahthan (tempat tinggalkannya di Yaman ), pindah ke Hijaz, Syam, dan iraq. Maka menetap di makah  bani Khuza’ah di Yatsrib bani Aos, Khazraj dan bani Ghassan di Syam, bani Lakham di Iraq.
B.  Bahasa Rumpun Semit
Bahasa merupakan bagian dari rumpun bahasa dunia yang leboh besar yaitu, rumpun Afroasiatik. Rumpun ini merupakan kumpulan besar bahasa-bahasa di Barat Asia, dan bagian Utara dan Timur Afrika. Rumpun ini berkerabat didasarkan pada kesamaan karakteristik struktur yang dimilikinya. Nama Semit diambil dari nama salah satu putra Nabi Nuh as, yaitu Sam (sam). Orang yang pertama memberi nama Semit adalah Schlozer pada tahun 1781 M. Ketika akan memberi  nama rumpun bahasa untuk bahasa-bahasa yang dimiliki hubungan kekerabatan, yaitu Ibrani, Arab, dan Ahbas (Etofia) (Qaddur,1993:23). Selain schlozer, menurut Wafy ( tth:7) orang yang pertama kali menamai bahasa semit adalah Eichhorm.
Ada tiga pendapat yang paling masyhur tentang negeri asal bangsa Semit, yaitu: [4]
1.     Bangsa Semit berasal dari bagian Barat Daya Asia yakni negeri Hijaz, Yaman, Najd, dan sekitarnya. Di antara yang berpendapat demikian adalah orientalis dari perancis, Renan dan Broclman dari Jerman.
2.    Bangsa Semit berasal dari Babilonia. Yang berpendapat demikian ialah para sejarawan Arab dan beberapa ahli tafsir.
3.     Bangsa Semit berasal dari Kan’an. Ini merupakan pendapat sebagian ahli dari bangsa Yahudi karena chauvimisme, karena rasa kedengkian dan ambisi untuk kemegahan sejarahnya dan kelicikan bangsa israil.
C.  Metode Kajian Bahasa Semit
Terdapat dua orientasi kajian bahasa Semit, yaitu
1.        Kajian umum
Kajian umum mengenai sejarah bahasa-bahasa Semit, mulai pertumbuhan, keberlangsungan serta perkembangannya .
2.        Kajian spesifik
Kajian spesifik  mengenai bunyi, gramatika, serta kosakata, sehingga perbandingan antara satu aspek dengan aspek-aspek lainnya.
Sarjana yang telah melakukan kajia dengan orientasi pertama (diakronis) adalah Ernest Renan, seorang sarjana Prancis. Ia telah melakukan kajian pada pertengahan abad ke-19. Namun kemudian pandangan-pandangan Renan banyak dikritik, yang kemudian direvisi oleh sarjana Jerman, yaitu Noldeke. Adapun sarjana yang melakukan kajian dengan orientasi kedua adalah Wright dan Zimmern. Sementara sarjana yang mengkaji dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut adalah sarjana Jerman bernama  Karl Brokelmann.
D.  Bahasa Semit Tertua (kuno)
Terdapat perbedaan pendapat mengenai bahasa Semit yang paling tua ata paling kuno. Berikut ini sejumlah pendapat, baik yang menyatakan ada, maupun tidak ada :
1.    Para rahib (pendeta) yahudi lama berkeyakinan bahwa bahasa Ibrani adalah bahasa tertua. Bahasa Ibrani adalah sebuah bahasa Semitik dari cabang rumpun bahasa Afro-Asia yang merupakan bahasa resmi Israel, dan dituturkan sebagian orang Yahudi di seluruh dunia. Secara kultural, bahasa ini dianggap sebagai bahasa orang Yahudi, meskipun bahasa ini juga dipergunakan oleh kelompok-kelompok non-Yahudi, seperti orang Samaria[5]. Pandangan ini sangat mempengaruhi para peneliti hingga sebagian masyarakat Arab memegang pandangan ini.
2.    Sebagian ilmuan berpendapat  bahwa bahasa Asyur, yaitu Babilonia, merupakan bahasa Semit paling tua. Pandangan ini sama sekali tidak didukung dengan bukti-bukti. Sebab, bahasa Asyur  yang sampai pada kita hanya beberapa kata sehingga sulit untuk mengukurnya sebagai bahasa yang paling tua. Yang jelas , kata-kata Asyur tersebut bukanlah bahasa Asyur murni, melainkan sudah tercampur bahasa Sumeria.
3.    Sejumlah ilmuan  modern yang dipimpin oleh Olshausen, dalam karyanya tentang bahasa ibrani, berpandangan bahwa bahasa arab adalah bahasa Semit yang paling tua. Karena bahasa Arab adalah bahasa anggota rumpun Semit yang paling mendekati bahasa Semit yang pertama.
4.    Ali Abdul Wahid wafiy memandang bahwa semua pandangan diatas, tentang adanya bahasa Semit yang pertama, adalah cacat.  Sebab semua bahasa anggota rumpun Semit telah melewati fase-fase yang panjang hingga sampai pada keadaan yang memunginkan dilakukannya penyelidikan oleh para sarjana pada saat ini. Sagat mustahil jika ada suatu bahasa tunggal sebagai asal, padahal telah menjaga kesatuan masyarakatnya dengan mengurung mereka di satu tempat dengan waktu yang cukup lama.
5.    Bahasa Samiyah Terdahulu (Kuno) Ulama yahudi pada masa lalu meyakini bahwa bahasa Ibriyah ( Ibrani ) adalah bahasa terdahulu manusia. Pendapat ini berkembang , bahkan sebagian ulama arab juga meyakini pendapat ini. Sebagian mereka berpendapat bahwa bahasa Asyuriah al-Babilliyah (Babilonia- asyuria) merupakan bahasa terdahulu, tetapi pendapat ini kurang disertai argumentasi, karena apa yang sampai kepada kita dari dari peningalan Asyuriah sedikit sekali.
Yang  jelas, hal yang bisa diterima oleh mayoritas orientalis modern, adalah bahwa bahasa arab merupakan bahasa rumpun Semit yang telah menjaga banyak aspek utama bahasa Semit tua, baik kosakata (mufradat) maupun gramatika (qowa’id). Hal ini dilihat dari eksistensi bahasa Arab di suatu titik (wilayah) mandiri terpencil. Dengan demikian, kecil kemungkinan terjadi gesekan dengan bahasa-bahasa lain.
Seperti halnya asal bangsa Semit, tentang rumpun bahasa Semit yang tertua pun ada beberapa pendapat. Ada yang berpendapat bahasa Babil, Bahasa Ibrani, dan Bahasa Arab. Berdasarkan  penelitian, para orientalis berpendapat bahwa bahasa Arab merupakan bahasa yang  paling dekat dengan bahasa Semit asli karena bahasa ini paling terlindungi dalam hal vokabuler dan tata bahasanya dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain dari rumpun Semit.[6]
E.   Pembagian Bahasa Rumpun Semit
Bahasa rumpun Semit terbagi tiga bagian besar, yaitu bahasa semit timur (Syarqiyyah), bahasa Semit Barat Laut (gharbiyyah syimaliyyah), dan bahasa semit barat dayat (gharbiyyah janubiyyah). [7]
1.    Bahasa Semit Timur (Syarqiyyah)
Bahasa Semit Timur (Syarqiyyah) adalah bahasa Akadia. Bahasa Akadia (lišānum akkadītum) adalah sebuah bahasa Semitik (bagian dari keluarga bahasa Afro-Asia yang lebih besar) yang digunakan di Mesopotamia kuno, khususnya oleh bangsa Asyur dan Babilonia. Bahasa Akkadia adalah bahasa Semit tertua yang dikenal, menggunakan huruf paku dalam system tulisannya, yang pada dasarnya diambil dari bahasa Sumeria kuno, sebuah bahasa yang tidak terkait dan terisolasi. Nama bahasa ini berasal dari kota Akkad, salah satu pusat kebudayaan Mesopotamia kuno.[8]
Bahasa Akadia memiliki dua cabang, yaitu bahasa Babilonia dan Asyuria. Mengenai kedua bahasa tersebut, tidak ada informasi yang sampai kepada kita, kecuali berbagai prasasti yang ditulis dengan tulisan paku (khat mismary) di atas tanah yang dikeringkan. Di antara prasasti yang paling penting adalah prasasti yang berisi tulisan tentang “hukum Hamuraby”, yang merupakan undang-undang yang paling tua di dunia.
Bahasa ini berkembang dinegara (Babilonia) yang diapit oleh dua sungai, yaitu Tigris dan Efrat.  Babilonia adalah wilayah budaya kuno di pusat-selatan Mesopotamia (Sekarang Irak), dengan Babel sebagai ibukotanya. Bangsa Babilonia mengadopsi bahasa Semitik. Akkadia sebagai bahasa resmi dan bahasa Sumaria sebagai bahasa yang dipakai untuk keperluan keaagamaan yang saat itu tidak lagi digunakan sebagai bahasa lisan.[9] Peninggalannya kini ditemukan di Al-Hillah, kegebernuran Habid, Irak sekitar 85 kilometer Selatan  Baghdad. Pada saat ini hanya ada tumpukkan dan timbunan tanah efer reruntuhan bagunan dan batu-batu di tanah subur Mesopotamia diantara sungai Tigris dan  sungai Efrat di Irak. Bahasa Akadia merupakan nama yang diberikan oleh bangsa Babilonia di Selatan bumi antara Tigris dan Efrat untuk bahasa yang mereka pakai, dan bahasa yang dipakai oleh bangsa Asyuria di Utara Tigris dan Efrat. Dengan demikian, para sarjana modern menyebut bahasa Babilonia dan Asyuria dengan dialek (lahjah), yaitu variasi dari bahasa Akadia.
Kata Akadia sendiri asalnya adalah nama sebuat kota yang dibangun oleh raja Sarjundi bagian Utara wilayah Babilonia, sekitar tahun 2350 SM kota Akadia menjadi ibu kota negaranya. Negara ini menjadi negara semit pertama yang terletak antara Tigris dan Efrat.
Bahasa ini telah mati sejah dahulu kala, yang tersisa hanyalah prasasti-prasasti yang diketahui lewat sejarah bangsa Akadia. Sebagai bagian dari peradaban dan kebudayaan (purbakala). Bahasa  Babilonia dan Asyuria termasuk bahasa Akadia, lewat kisah-kisah pada kitab “ perjanjian Lama” (injil).
Orang yang pertama menggali dokumen tentang bahasa Akadia adalah Botta. Ia adalah konsulat Prancis di al-Mausul. Penggalian dilakukan di desa Kharasbad dekat kota al-mausul. Tujuan pengalian adalah untuk mencari bagian-bagian istana raja Sarjun II, salah seorang raja Asyur pada abad VIII SM. Penggalian tersebut terjadi pada bulan maret 1843M. Kemudian para ilmuan bergabung dengan Botta termasuk Parot, Layard, dan Mallown. Hasil penggalian tersebut adalah sekumpulan prasasti dalam jumlah besar yang ditulis di atas papan tanah liat yang dikeringkan dengan cara dibakar. Penemuan batu secara tidak sengaja, ditulis dengan tiga bahasa yang salah satunya berbahasa Persia kuno.
2.    Bahasa Semit Barat Laut (gharbiyyah syimaliyyah)
Bahasa semit barat laut terbagi dua, bahasa kan’an dan Aram. bahasa kan’an adalah bahasa Fenesia. bahasa kan’an dibagi dua; bahasa kan’an utara dan selatan. Bahasa kan’a utara diwakili oleh bahasa Ugaritik, yaitu suatu dialek  kan’an kuno. Ugaritik asalnya adalah nama sebuah kota yang terletak 12 KM disebelah utara al-Ladziqigyah. Pengungkapan bahasa Ujeret terjadi pada tahun 1929 M. Penggunaan bahasa ini terjadi ketika salah seorang petani sedang membajak, bajak si petani itu tersangkut pada batu. Sebelum ia mengangkat bajaknya, terlihat diujung batu tersebut (seperti, pen), kuburan dengan penutupnya yang melengkung. Lalu disana ia mendapatkan sebuah tembikar dari tanah yang dibakar, dan vas bunga yang kecil-kecil dalam keadaan utuh.
Adapun bahasa kan’aniyyah Utara meliputi bahasa Ibrani. Teks paling penting yang ditulis dalam bahasa Ibrani adalah kitab “pejanjian lama” yang meliputi Taurat yang meliputi : genesis (takwin) , exodus (khuruj), leviticus (lawiyyin), numbers ( adad), dan deuteronomy (tatsniyah).
Adapun bahasa kan’an selatan ada yang disebut dengan khithaabaat til al-‘imaaranah, yaitu surat-surat yang ditemukan didaerah bukit imaranah. Suraut-surat tersebut dikirim oleh para raja-raja syuriah dan palestina kepada raja-raja Mesir. Surat-surat tersebut ditulis dalam bahasa Asyur, serta terdapat catatan-catatan dalam bahasa kan’an. Yang termasuk bahasa kan’an selatan adalah bahasa Muabiyyah.
3.    Bahasa semit barat daya (gharbiyyah janubiyah)
Bahasa yang termasuk bahasa semit barat daya adalah bahasa Arab dan bahasa Etofia (Habsyi). Bahasa Etofia adalah bahasa bangsa semit yang keluar dari selatan Jazirah Arab ke negara seberang, yaitu Etofia. Di sana pada awalnya mereka melakukan penjajahan terhadap negara Etofia tersebut, namun pada akhirnya mereka tinggal di sana dan bercampur baur dengan penduduk lama dari bangsa Hemit.
Tidak ada yang mengetahui informasi tentang waktu bangsa Semit ini berimigrasi ke Etofia. Namun dari informasi yang bisa dipercaya, mereka berimigrasi sekitar beberapa abad sebelum kelahiran nabi Isa (sebelum tahun masehi). Mereka menyebut bahasa mereka dengan sebutan bahasa Ja’ziyyah, sebuah nama yang diambil dari nama suku bangsa klasik, sebagaimana mereka mengambil nama Etofia dari bahasa Yunani. Dokumen-dokumen sebagai bukti atas bahasa Etofia yang ditemukan merujuk pada tahun 530 M.
Bahasa Ja’ziyyah tidak bertahan lama, hanya dapat bertahan sampai abad 12 , ketika pertikaian secara politik melanda bangsa Ja’zy, sehingga kemudian bangsa Ja’zy menjadi beberapa dialek. Salah satunya adalah dialek Amhariyah, dialek ini sangat dipengaruhi oleh bangsa Hemit, terutama dalam aspek struktur kalimat. Dalam aspek kata ganti (Dhamir), hanya berbeda pada isim mustanna. Tidak ada isim muannats dan jamak yang menunjukan lampau kecuali beberapa bentuk jamid (yang tidak berubah). Dalam aspek kosakata (mufradat), setengahnya diambil dari bahasa Hemit, dan setengahnya dari bahasa Semit murni, namun yang sudah berubah dari bentuk aslinya.
Adapun bahasa arab terbagi ke dalam dua bagian, yaitu bahasa Arab Selatan dan bahasa Arab utara. Bahasa Arab Selatan menurut ahli bahasa adalah bahasa Himyar. Bahasa Himyar terdapat di wilayah Yaman dan selatan jazirah Arab. Bahasa himyar memiliki dua dialek, yaitu dialek Sabiyyah dan Ma’iniyyah. Telah banyak ditemukan prasasti menggunakan kedua dialek ini, hal tersebut membuktikan bahwa keberadaaan dua dialek tersebut telah ada sejak abad 12 SM hingga abad 6 M.
Adapun  bahasa Arab Utara adalah bahasa Arab yang berkembang di bagian tengah Jazirah Arab serta baguan utaranya. Bahasa Arab ini adalah bahasa yang dikenal dengan bahasa Arab Fusha. Bahasa arab ini telah lama dipakai bahasa tulisan, disebabkan oleh faktor Al-Qur’an yang diturunkan dalam Bahasa Arab ini. Maka tersebarlah bahasa Arab Fusha ke seluruh dunia. Bahasa Arab Fusha menjadi bahasa resmi agama Islam, terutama dalam aspek ibadah mahdhah (ritual). Hal inilah yang menyebabkan bahasa Arab Fusha lebih unggul dibanding bahasa Arab Selatan.
F.   Faktor-Faktor Perekat Kekerabatan Rumpun Semit
Berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempererat hubungan kekerabatan rumpun bahasa Semit.
1.    Bangsa-bangsa semit tidak tinggal di daerah yang saling berjauhan, sebagaimana bangsa Indo-Eropa.
2.    Bangsa Semit yang tersebar di sejumlah daerah (negara) tetap berkomunikasi  satu dengan lain. Serta bangsa Semit tidak berhenti berimagrasi ke negara tetangganya.
3.    Mayoritas bahasa-bahasa semit disatukan oleh agama dan kebudayaan yang dipegang teguh oleh para penututurnya. Misalnya bangsa Arab disatukan oleh Al-Qur’an (yang menggunakan bahasa Arab) sebagai sumber ajaran Agama Islam. Begitu pula dengan bangsa Yahudi, Suryani, Arami dan lainnya dipersatukan oleh keyakinan atau agama mereka. Dengan demikian dinamika bahasa semit tidak begitu pesat, dengan kata lain masih sangat dekat dengan purwarupa (prototype) bahasa mereka.
G.  Karakteristik Bahasa Semit
Berikut ini karakteristik bahasa-bahasa semit yang diajukan beberapa ahli, yaitu Abdul Wahid Wafiy, Emil Badi’ Ya’kub dan Ibrahim al-Hamd.
Menurut Abdul Wahid Wafy, diantara karakteristik bahasa Semit yang paling menonjol adalah sebagai berikut:
1.    Kata dasar terdiri dari tiga bunyi mati, yaitu yang bukan layyin (wawu dan ya) dan berbeda-beda seperti ر ج ع, ض و ب, ق ت ل dan sebagainya
a.    Kategori Hafat بل, قد, عن , kategori kata ganti atau dhamir هم , هو, kategori isim maushul ذا, من  , kategori isim zhahirدم , يد   .Diantara karakter bahasa Semit adalah banyak memiliki kesamaan makna dasar jika dilihat dari bunyi yang sama, seperti kata yang menunjukan makna “perbedaan” (tafriqah) dari bunyi ف - ر, yaitu فرّى (membelah), فرم  (mencincang), فرّض  (memotong),فرض  (memotong),فرج  (membuka), فرّث (membelah),فرق   (memisahkan),  فرز(memisahkan)
b.    Sebagian kata dasar terdiri dari dari dua bunyi mati layyin atau setengah layyin seperti kata وعد dan قال
c.    Sebagian kata terdiri dari dua bunyi yang salah satunya di-tadh’if (dilipat), seperti تمّ  dan ردّ
2.    Hampir semua kata dalam bahasa Semit memiliki suatu bentuk dasar. Hal ini berbeda dengan bahasa-bahasa Indo-Eropa.
3.    Bunyi-bunyi mati (kecuali bunyi layyin) memiliki signifikasi dalam tiga aspek, yaitu makna (dilalalah), pengucapan (nuthq), dann penulisan (rasm).
4.    Setiap kata kerja (fi’il) di sebagian besar bahasa Semit memiliki waktu, baik waktu lampau (madhy), sedang (hal), dan akan datang (mustaqbal)
5.    Dalam bahasa Semit bahkan bahasa Hemit, kebanyakan pembentukan gender perempuan dilakukan dengan cara penambahan huruf ta pada bentuk mudzakar (laki-laki)
6.    Antar bahasa-bahasa Semit, memiliki kesamaan dalam aspek kosakata yang merujuk anggota badan, kata ganti, hubungan kekerabatan, bilangan, beberapa kata kerja dan peralatan rumah dalam kehidupan bangsa Semit.
Sementara menurut Emil Badi’ Ya’kub mengatakan bahwa secara keseluruhan, bahasa-bahasa Semit memiliki karakteristik yang sama. Berikut ini beberapa kesamaannya:
1.    Penulisan sangat bergantung pada huruf-huruf konsonan, bukan pada huruf-huruf vokal.
2.    Pembentukan isim (kata benda) berdasarkan jumlah serta jenisnya, dan pembentukan fi’il (kata kerja) berdasarkan waktu (zaman), jumlah huruf (mujarrad dan mazid), kualitas huruf (shahih dan mu’tal)
3.    Mayoritas kata berasal dari tiga huruf
4.    Memiliki dua huruf halaq, yaitu ح, ع, serta memiliki huruf ithbaq, yaitu ص, ض, ط, ظ.
5.    Hampir tidak memiliki tarkib majzy kecuali dalam ‘adad (bilangan), seperti خمسة عشر
6.    Istytiqaq (devirasi) dibentuk dengan mengubah harakat, menambah huruf pada akhir kata, atau mengurangi huruf akhir kata. Perubahan pada Isytiqaq tidak hanya pada satu tempat.
7.    Bahasa-bahasa dalam rumpun bahasa semit, memiliki kesamaan dalam Dhamir (kata ganti), serta cara berhubungan dengan isim (kata benda), fi’il (kata kerja), juga huruf (partikel)
8.    Bahasa-bahasa rumpun bahasa Semit, memiliki kesamaan penyusunan kalimat (jumlah).
9.    Bahasa-bahasa dalam rumpun bahasa Semit memiliki kesamaan dalam kosakata, terutama kosakata  yang berkaitan dengan anggota badan, kekerabatan, bilangan, beberapa fi’il, serta perkakas yang dipakai oleh bangsa Semit dalam kehidupannya.
Menurut Ibrahim Al-Hamd, karakteristik yang sama ditemukan pada bahasa-bahasa Semit, yaitu sebagai berikut:
1.    Aspek bunyi (Ashwat)
Mayoritas bahasa Semit memilki bunyi halq (faringal), yaitu أ, ه, ع, غ, خ Jika beberapa bunyi tidak ditemukan dalam beberapa bahasa, maka hal itu disebabkan karena pengaruh bahasa luar. Terdapat beberapa bunyi halq yang lebih dominan dimiliki oleh beberapa bahasa, seperti bunyi ح, ظ Dan ض banyak ditemukan di bahasa Arab. Ada bunyi-bunyi bahasa Semit yang asli seperti bunyi ض, ط, ق, ذ ص,, ada pula bunyi bahasa turunan, seperti bunyi turun ظ yang merupakan turunan dari bunyi ص
2.    Aspek morfologis (sharaf)
Pada aspek morfologis, bahasa-bahasa semit merupakan bahasa isytiqaq dan tashrif. Mayoritas bahasa semit memiliki kata dasar yang berjumlah tiga huruf (tsulatsi), namun juga ditemukan yang berjumlah dua huruf (tsunaiy) dan empat huruf (ruba’i).
3.    Aspek waktu dalam kata kerja (fi’il)
Kata kerja pada bahasa-bahasa semit memiliki dua waktu, yaitu waktu lampau (madhi) dan waktu sedang berlangsung (mustamir). Berbeda halnya dengan bahasa Indo-Eropa yang memiliki banyak waktu untuk fi’il.
4.    Aspek gender (jins)
Bahasa-bahasa Semit membagi jenis kelamin menjadi dua, yaitu mudzakar dan muannats. Tidak ditemukan jenis kelamin netral pada bahasa-bahasa semit, walau ditemukan bentuknya mudzakar, tapi maknanya muannats, sehingga dikategorikan majazi atau mudzakar majazi.
5.    Aspek jumlah pada kata benda (isim)
Isim terbagi menjadi tiga kategori, yaitu mufrod (satu), mutsanna (dua), dan jama’ (tiga/lebih). Mutsanna merupakan karakteristik yang hanya dimiliki oleh bahasa-bahasa semit saja di dunia ini.
6.    Aspek I’rab
Pada teks-teks naskah kuno bahasa Akadia dan bahasa Arab yang ditemukan telah menggunakan I’rab.  Fenomena hilangnya sistem I’rab pada beberapa bahasa semit akhir-akhir ini, hal itu merupakan gejala modern yang menimpa bahasa-bahasa Semit.
7.    Aspek kosakata (mufrodat)
Pada bahasa-bahasa Semit banyak ditemukan kosakata yang maknanya mirip satu dengan yang lain. Contohnya banyaknya kemiripan pada kata ganti (dhamir), jumlah bilangan (‘adad), nama anggota keluarga, anggota badan, serta sejumlah kata yang menunjukan pada kehidupan bangsa-bangsa Semit.
H.  Perbedaan Antar Bahasa Rumpun Semit
Pada penjelasan diatas telah dibahas persamaan bahasa-bahasa Semit. Berikut ini terdapat beberapa perbedaan antara bahasa semit, yaitu dalam aspek gramatika, bunyi, dan kosakata:
1.    Gramatika
Perbedaan gramatika misalnya dalam bahasa Arab adat ta’rif adalah alif lam yang ditempatkan di awal kata. Sementara bahasa Semit lainnya, misalnya Ibrani dan bahasa Arab yang telah punah (badiah), adat ta’rif-nya adalah ح yang letaknya di awal kata. Dalam bahasa Sabiyyah adat ta’rif-nya adalah ن yang diletakan di akhir kata. Dalam bahasa Suryani, adat ta’rif-nya adalah آ yang diletakan di akhir kata. Ada pun dalam bahasa Asyuria, babilonia dan Etofia tidak memiliki adat ta’rif sama sekali. Perbedaan lain adalah huruf tambahan untuk jamak mudzakar dalam bahasa Ibrani adalah huruf, يم sedangkan untuk jamak muannats adalah وت  .Dalam bahasa Aram huruf tambahan bagi jamak mudzakar adalah ين Hal tersebut berbeda dengan bahasa Arab di mana ين dipakai sebagai huruf tambahan ketika kedudukan nashab dan jar, sedang dalam keadaan rafa huruf tambahannya adalah . ون Sedangkan untuk menunjukan jamak muannats, dalam bahasa Arab diberikan huruf ات  .Dalam bahasa Arab ada bentuk jamak yang dipergunakan baik untuk mudzakar maupun muannats yaitu bentuk jamak taksir.
2.    Bunyi
Perbedaan dari aspek bunyi, misalnya bunyi ض, ظ, غ, ذ Tidak ditemukan dalam bahasa Ibrani. Sementara bunyi P (ب) dan V (ف) dalam bahasa Ibrani, tidak ditemukan dalam bahasa Arab. Bunyi ش, ق, ع  Tidak ditemukan dalam bahasa Babilonia. Kebanyakan kata yang menggunakan huruf س dalam bahasa Ibrani, biasanya dalam bahasa Arab atau Etofia diganti dengan ش Begitu juga sebaliknnya.
3.    Kosakata
Perbedaan dalam kosakata yang dipergunakan antar bahasa-bahasa Semit, tampak pada banyak sekali hingga kata-kata yang maknanya sudah sangat popular seperti kata خيمة, جبل, شيخ, صبي  dan sebagainya.
I.     MANFAAT KAJIAN BAHASA SEMIT BAGI KAJIAN BAHASA ARAB
Menurut Wildan Taufiq (2015:66) kajian bahasa Semit memiliki dua manfaat, sebagai berikut:
1.    Mengetahui sejarah bangsa-bangsa Semit yang satu sama yang lain saling berhubungan dekat dari segi segi adat istiadat, tradisi, agama, kebudayaan serta efeknya bagi bangsa Arab.
2.    Penelitian sejarah komparatif bahasa-bahasa Semit sangat membantu untuk memecahkan problematika bahasa Arab, seperti problematika dilalah (makna bahasa) yang termasuk di dalamnya adalah taraduf (sinonim), isytirak (polisemi), dann ibdal (pergantian makna).
Senada dengan poin ke dua di atas, secara spesifik Abduttawwab memberikan contoh-contoh peran pentingnya kajian bahasa Semit bagi kajian bahasa Arab dengan pendekatan historis komparatif:
1.    Firman Allah swt dalam surah Al-Baqarah ayat 61:
(mohonkanlah untuk kami kepada tuhanmu, agar dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi,  yaitu sayur-sayuran, ketimun, bawang putih, kacang adas, dan bawang merah).
Ibnu Mas’ud menganti huruf ف pada وفومها dengan ث pada kalimat وثومها. Menurut kaidah bahasa Semit , huruf tsa dalam bahasa Arab, sama dengan huruf ta dalam bahasa Aram dan huruf syin dalam bahasa Ibrani. Sementara huruf fa pada kalimat وفومها Merupakan perkembangan dari tsa. Hal ini sebagaimana terjadi seperti pada kata litsam dan lifam. Begitu juga kata jadats dan jadaf yang bermakna “kubur”. Penutur dialek al-Qathif di wilayah Timur Jazirah Arab mengganti tsa pada kata tsulatsa dengan fa sehingga menjadi fulafa.
2.    Kata ليس dalam bahasa Arab yang merupakan kelompok كان, menurut para ulama nahwu Arab dianggap sebagai fi’il jamid (tidak bisa ditasrifkan). Namun jika dibandingkan dengan kemiripan dalam bahasa-bahasa Semit lain, seperti bahasa Ibrani dan Asyur, maka kata tersebut terdiri dari suku kata , yaitu kata لا dan أيسَ Karena dalam bahasa Ibrani ditemukan kata أل يِشْ yang semakna dengan ليس sedangkan bentuk positifnya adalah يِشْ.berarti “ditemukan atau ada”. Begitu pula dalam Asut ditemukan kata yang mirip dengan ليس, yaitu  kata  لشُو sedangkan bentuk positifnya adalahإشُوْ
3.    Para ulama nahwu  menganggap bahwa fi’il mu’tal ain dan lam seperti kata قال تلا  danباع , asalnya adalah kata قوّل تلوّ dan بيَعَ Padahal ketiga kata asal tersebut sama sekali belum pernah dipakai dalam bahasa Arab. Jika kita melihat bahasa rumpun Semit lain, seperti bahasa Etofia (habsyah), maka kita akan mengetahui bahwa ketiga kata tersebut memang kata asal.
4.    Para ulama nahwu berkeyakinan bahwa hamzah pada kata اطمأن  adalah huruf asli, bukan tambahan (zaidah). Padahal dalam bahasa Ibrani ditemukan kata طمن  tanpa hamzah. Alasan ilmiahnya adalah kata tersebut asalnya اطمانّ  ber-wazan افعالّ dengan mauzun احمارَّ Karena kata tersebut banyak digunakan dalam syair. Lalu para penyair mengganti alif dengan hamzah supaya tidak bertemu dua huruf mati yaitu alif dan nun.
5.    Ulama nahwu beranggapan bahwa kataاسم  huruf asalnya adalah tiga, yaitu kata سموّ menurut ulama Basrah atau kata وسم  menurut ulama Kufah. Adapun hamzah wasal hadir sebagai pengganti wawu yang dibuang. Padahal jika kita bandingkan dengan kata yang mirip dalam bahasa Semit lain, seperti Ibrani, Aram, Etofia, dan Akadia. Maka kata tersebut berasal dari dua huruf yaituشِمْ dalam bahasa Ibrani, شما dalam bahasa Aram (alif di akhir tambahan sebagai adat ta’rif), سِمْ dalam bahasa Etofia, danشُمُ  dalam bahasa Akadia.
6.    Kajian bahasa Semit juga ternyata bisa mngungkap fenomena-fenomena kebahasaan dalam bahasa ‘amiyyah. Contoh bentuk pasif dalam bahasa ‘amiyyah انفَعَلْ, كتِب, انفهم, ينفلق danينعمل  . Bentuk fusha kata-kata berikut adalah فُعِلَ, كتِب, فُهِمَ, يُفْلَقُ danيُعْمَلُ  Atau wazan اتفَعَل untuk kata اتقتَل dan اترمى , bentuk fusha keduanya adalah قُتِلَ  dan رُمِيَ Adapun dalam bahasa Semit lain seperti Ibrani ditemukan wazan نِفْعَلْ seperti kata (قُتِلَ) نِقْتَل  Adapun dalam bahasa Aram ditemukan wazan اتفعِل seperti kata (قُتِلَ) اتقْتِل





Daftar Pustaka
Taufiq,  Wildan, 2015. Fiqih Lughah. Bandung: Nuansa Aulia
https://www.slideshare.net/FakhriMuhammadIbadurrahman/bahasa-semit-dan-karakteristiknya 22 Maret 2017 20:49 WIB
http://arp-rabbani.blogspot.co.id/2011/10/d-bahasa-semit.html tanggal 22 maret 18:45 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Ibrani pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 20 : 35 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Akkadia tanggal 22 Maret 2017 19:58 WIB
http://karinarisaf.blogspot.co.id/2012/03/babilonia.html tanggal 22 Maret 2017 20:14 WIB





[1] https://www.slideshare.net/FakhriMuhammadIbadurrahman/bahasa-semit-dan-karakteristiknya 22maret2017 20:49 WIB
[2] Wildan taufiq,fiqih Lughah (Bandung:Nuansa Aulia,2015), hlm.  43

[3] https://www.slideshare.net/FakhriMuhammadIbadurrahman/bahasa-semit-dan-karakteristiknya 22maret2017 21:29 WIB
[4] http://arp-rabbani.blogspot.co.id/2011/10/d-bahasa-semit.html tanggal 22 maret 18:45 WIB
[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Ibrani pada tanggal 21 maret 2017 pukul 20 : 35 WIB
[6] http://arp-rabbani.blogspot.co.id/2011/10/d-bahasa-semit.html tanggal 22 maret 18:45 WIB

[7] Wildan taufiq,fiqih Lughah (Bandung:Nuansa Aulia,2015), hlm.  46

[8] https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Akkadia tanggal 22 maret 2017 19:58 WIB

[9] http://karinarisaf.blogspot.co.id/2012/03/babilonia.html tanggal 22 maret 2017 20:14 WIB

kucing nakal